Pantau Flash
HOME  ⁄  Olahraga

Guardiola dan Klopp Ciptakan 'Fusion Football', Apa Itu?

Oleh Tatang Adhiwidharta
SHARE   :

Guardiola dan Klopp Ciptakan 'Fusion Football', Apa Itu?

Pantau.com - Manchester City baru saja mempertahankan gelar juara Premier League pada Minggu 12 Mei 2019 malam tadi. Mereka menyisihkan Liverpool cuma dengan selisih satu poin di papan klasemen. Jumlah poin yang mereka kemas sepanjang musim ini menggambarkan bahwa mereka bukan sekadar konsisten dalam pengumpulan poin.Man City yang diasuh Pep Guardiola dan Liverpool yang dipimpin Jurgen Klopp mencapai posisi mereka masing-masing dengan permainan menghibur, menyerang dan sepakbola positif yang telah menciptakan standard baru dalam sepakbola Inggris.Manchester City mengoleksi 98 poin dan Liverpool mengumpulkan 97 poin, yang berselisih jauh 25 poin dari peringkat ketiga Chelsea. Ini jelas menggambarkan betapa tidak berhentinya sukses dua klub teratas itu.Kombinasi poin mereka yang mencapai 195 poin adalah catatan poin tertinggi liga utama untuk juara dan runner-up liga. Mereka juga memecahkan rekor karena hanya berselisih dua pertandingan. Catatan total 62 kemenangan yang mereka bukukan bersama adalah juga rekor untuk dua teratas liga utama.

Baca Juga: Manchester City Juara Premier League Musim 2018/2019 Belum termasuk tekanan tinggi dan denyut persaingan yang amat sengit yang seharusnya mendorong mereka melakukan kesalahan. Tercatat, Man City memenangi 14 pertandingan terakhirnya sejak Januari, sedangkan Liverpool mengakhiri perjalanan delapan kali menang setelah dikalahkan Manchester Biru empat bulan lalu.Di samping diwarnai beberapa kemenangan vital khususnya pada fase akhir kompetisi yang dimenangkan dalam margin tipis, kedua tim total menciptakan 184 gol atau rata-rata 2,4 gol per pertandingan.Klopp dan Guardiola menghindari perang mulut sepanjang musim ini. Bahkan sebaliknya mereka saling memuji klub mereka satu sama lain.

Klopp dan Guardiola berjabat tangan. (Foto: Reuters)

Pujian Besar


Pandangan bahwa kedua tim layak mendapatkan pujian besar atas gaya main mereka sepanjang musim ini dengan jelas diutarakan pada pengamat sepakbola, salah satunya dari mulut mantan gelandang Liverpool, Graeme Souness."Man City adalah tim yang fantastis. Mereka memainkan pertandingan dengan cara yang benar, dengan kekuatan dan kedalaman skuadnya. Tim yang spesial mempertahankan gelar," ujar Souness yang kini menjadi analis untuk Sky Sports seperti disitat dari The Star, Senin (13/5/2019)."Ini adalah tim Liverpool yang menakjubkan dan saya tidak bisa menemukan di sepanjang hidup saya ada runner-up yang begitu luar biasa seperti ini. Saya mengandaikannya dengan Piala Dunia 1982 dan Brasil. Mereka adalah tim terbaik yang tidak menjuarai Piala Dunia. Tim Liverpool yang ini adalah tim terbaik yang tidak menjuarai Liga Premier,"pujinya.Yang menarik adalah debat panjang selama bertahun-tahun mengenai formasi bermain. Entah itu 4-4-2, lima pemain di belakang, diamond, pohon Natal dan 'false nine', sama sekali hilang musim ini. Alasannya adalah baik Man City maupun Liverpool tidak memainkan sistem terformat ketat itu.Liverpool biasanya memasang empat pemain di belakang, tetapi dua full-back mereka, Trent Alexander-Arnold dan Andy Robertson, adalah bagian esensial dari ancaman serangan kepada lawan.Assist ke-12 dan ke-13 musim ini dari Alexander-Arnold yang masih berusia 20 tahun, membuat rekor baru untuk seorang bek pada era Premier League. Robertson tidak jauh beda, dengan menciptakan 11 gol selama musim ini.Barisan depan tim arahan Guardiola digambarkan sebagai trisula dengan Sergio Aguero diapit dua pemain sayap, biasanya Raheem Sterling bersama dengan antara Leroy Sane, Bernardo Silva atau Riyad Mahrez di sayap satunya lagi.Namun, Bernardo Silva juga sering bermain sebagai gelandang pada umumnya, bersama atau tanpa David Silva, sehingga lapangan tengah Man City yang sangat kuat menjadi bagian paling penting dalam serangan mereka, dengan hanya pemain asal Brasil Fernandinho menjadi satu-satunya yang berperan defensif.Begitu juga dengan The Reds -julukan Liverpool, gelandang asal Brasil Fabinho memainkan peran krusial sebagai jangkar untuk menyapu setiap masalah di depan pertahanan sekaligus pencipta landasan yang memberi kebebasan kepada para gelandang yang lebih bernaluri menyerang.

Papan Taktik. (Foto: Fourfourtwo)

Taktik Revolusioner


Taktik-taktik yang dikembangkan Klopp dan Guardiola memiliki kemiripan satu sama lain. Khususnya kemampuan krusial dari para pemain penyerang mereka yang dengan cepat mencari bola begitu kehilangan bola.Tetapi ada elemen yang sangat berbeda di antara cara main kedua klub itu. Man City mengandalkan kepada dominasi penguasaan bola untuk mengurai lawan dan membuka celah pertahanan mereka, sedangkan serangan intensitas tinggi Liverpool dengan cepat menyapu lawan lewat gelombang serangan bertenaga.

Baca Juga: Gagal Juara Premier League 2018-2019, Klopp Tetap Bangga


Kedua pendekatan permainan ini sangat nikmat untuk disaksikan dan membuat kualitas teknik para pemain mereka menjadi bersinar, para pemain yang bersinar ini berada di atas semua pemain di kedua tim yang memperdahsyat hasrat mereka dalam melumpuhkan lawan. Tak ayal, dengan gaya yang mengandalkan keterampilan diri dan kepercayaan diri mampu membuat sebuah superioritas.Pelatih asing bukan barang baru dalam sepakbola Inggris, tetapi Guardiola yang berasal dari Spanyol dan Klopp dari Jerman telah bertindak lebih dari sekadar membuktikan bisa mengatasi tantangan di Premier League. Pasalnya, mereka juga bisa mentransformasikan gaya sepakbola Inggris seperti yang diharapkan para fans.Gabungan pendekatan taktik yang dibangun kedua pelatih di La Liga, Bundesliga dan Liga Champions telah dikawinkan dengan intensitas tempo tinggi yang selama ini menjadi 'trademark' gaya sepakbola Inggris.Hasilnya adalah gabungan berbagai gaya sepakbola yang melukiskan kemajemukan tradisi, pendekatan dan taktik Eropa. Namun telah menarik padangan pendukung sepakbola Inggris dan di atas itu semua berhasil membawa hasil.

Penulis :
Tatang Adhiwidharta