
Pantau - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Selasa (9/12/2025) sore ditutup melemah 53,51 poin atau 0,61 persen ke level 8.657,18 akibat aksi profit taking menjelang pertemuan Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat.
Indeks LQ45, yang terdiri dari 45 saham unggulan, turut terkoreksi sebesar 7,01 poin atau 0,82 persen ke posisi 848,06.
Aksi Profit Taking Tekan IHSG
Menurut Kepala Riset Phintraco Sekuritas Ratna Lim, tekanan pada IHSG disebabkan oleh aksi ambil untung setelah indeks menyentuh level tertinggi baru.
"Ada tekanan profit taking dan pengaruh dari pelemahan indeks Asia menjelang keputusan suku bunga oleh The Fed," ungkapnya.
IHSG sempat dibuka menguat namun berbalik melemah hingga sesi pertama perdagangan berakhir dan terus berada di zona merah hingga penutupan sesi kedua.
Secara sektoral, tiga sektor mengalami penguatan yaitu infrastruktur naik 1,48 persen, teknologi naik 1,03 persen, dan teknologi kembali tercatat naik 0,39 persen.
Sementara itu, delapan sektor mengalami pelemahan, dengan penurunan terdalam dialami sektor barang baku yang turun 1,43 persen, disusul sektor properti turun 0,95 persen dan barang konsumen non-primer turun 0,94 persen.
Saham-saham yang mencatatkan penguatan terbesar di antaranya adalah DOOH, BMHS, DGNS, BOGA, dan INET.
Sebaliknya, saham-saham yang mengalami penurunan tertinggi meliputi PURI, KOKA, NAYZ, MEJA, dan PGJO.
Menanti Keputusan The Fed dan Data Ekonomi Domestik
Aksi pelaku pasar dipengaruhi oleh ketidakpastian menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan digelar The Fed pada 9–10 Desember 2025.
Berdasarkan data FedWatch CME, peluang pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin mencapai 89 persen.
Dari dalam negeri, sentimen positif datang dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang naik dari 121,2 pada Oktober menjadi 124 pada November 2025, tertinggi sejak Februari 2025.
Kenaikan IKK didorong oleh pertumbuhan pada semua sub-indeks utama.
Pasar juga mencermati rilis data penjualan ritel Oktober 2025 yang diperkirakan tumbuh 4 persen secara tahunan (year on year), meningkat dari pertumbuhan 3,7 persen pada September 2025.
Aktivitas perdagangan tercatat tinggi dengan frekuensi sebanyak 3.115.997 kali transaksi, melibatkan 54,21 miliar lembar saham, dengan nilai transaksi mencapai Rp26,17 triliun.
Rincian pergerakan saham menunjukkan 250 saham menguat, 432 saham melemah, dan 119 saham stagnan.
Sementara itu, bursa Asia menunjukkan pergerakan beragam: Indeks Nikkei menguat 2,40 persen ke 48.625,88, Strait Times naik 0,62 persen ke 4.496,07, sedangkan Hang Seng turun 1,97 persen ke 25.716,57 dan Shanghai terkoreksi tipis 0,05 persen ke 3.836,77.
- Penulis :
- Arian Mesa





