
Jakarta (Kemenag) - Kementerian Agama resmi meluncurkan Buku Ekoteologi, Buku Trilogi Kerukunan, serta Peta Jalan Penguatan Moderasi Beragama 2025–2029 sebagai bagian dari implementasi Asta Cita Presiden, terutama agenda pembangunan karakter bangsa, penguatan harmoni sosial, serta transformasi ekologi berkelanjutan. Peluncuran yang digelar di Auditorium KH HM Rasjidi, Gedung Kemenag Thamrin, Jakarta, Jumat (14/11/2025) ini mempertegas komitmen Kemenag menghadirkan kebijakan keagamaan yang transformatif, inklusif, dan selaras dengan arah pembangunan nasional.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan bahwa sejumlah inisiatif baru Kemenag seperti Kurikulum Cinta, Ekoteologi, dan Trilogi Kerukunan memang membutuhkan proses pemahaman yang lebih mendalam di tengah masyarakat. Buku dan peta jalan yang dihadirkan diharap bisa membantu jajaran Kemenag dan masyarakat untuk dapat memahami gagasan tersebut.
“Masih banyak yang mempertanyakan Kurikulum Cinta, Ekoteologi, hingga Trilogi Kerukunan. Wajar, karena semua ini membutuhkan penghayatan dan pemahaman religi yang mendalam,” ujar Menag Nasaruddin Umar.
Peluncuran tiga dokumen strategis ini menandai arah baru Kemenag dalam memperkuat agenda keagamaan yang adaptif dengan tantangan zaman, mulai dari isu ekologi, harmoni sosial, hingga transformasi karakter bangsa.
Menag menegaskan bahwa seluruh inisiatif tersebut akan terus dikawal agar selaras dengan Asta Cita dan berkontribusi pada terwujudnya Indonesia yang religius, berkelanjutan, dan harmonis di masa depan.
Alam sebagai Ayat Tuhan dan Fondasi Ekoteologi
Menag menjelaskan bahwa dalam tradisi keagamaan, alam disebut sebagai ayat, yakni tanda-tanda kebesaran Tuhan. Dalam perspektif teologi, alam dan manusia adalah makhluk, sedangkan Tuhan adalah Sang Pencipta. Karena itu, kesadaran ekologis tidak bisa dipisahkan dari cara agama memandang struktur penciptaan.
Menag juga menyinggung konsep jauhar (substansi) dan arad (aksiden) dalam filsafat Islam. Keduanya, kata Menag, tidak pernah terpisah.
“Tanpa memahami jauhar dan arad, kita tidak bisa memahami ekoteologi. Seperti sebab dan akibat, keduanya tidak dapat berdiri sendiri,” tegasnya.
Ia menambahkan, kesadaran bahwa setiap makhluk memiliki dimensi batin menjadi dasar etika merawat lingkungan. “Kalau kita sadar semua memiliki batin, kita tidak mungkin membakar hutan atau memperlakukan alam secara sewenang-wenang,” ujarnya.
Menag turut menyinggung perspektif panteisme yang memandang bahwa memuliakan makhluk berarti memuliakan Tuhan. Karena itu, bahasa agama menjadi penting dalam menggerakkan masyarakat untuk menjaga lingkungan.
“Tanpa bahasa agama, mungkin kita tidak sadar bahwa alam harus dilestarikan. Ketika menggunakan bahasa agama, urgensinya menjadi lebih kuat,” tambahnya.
Ekoteologi sebagai Panduan ASN Kemenag
Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM (BMBPSDM) Ali Ramdhani menjelaskan bahwa penyusunan Buku Ekoteologi dilandaskan pada KMA No. 44 Tahun 2025 dan menjadi bagian dari kontribusi Kemenag pada agenda Asta Cita, khususnya pada pilar pembangunan ekologi dan etika lingkungan.
“Buku ini bertujuan mengintegrasikan ajaran agama dengan praktik pelestarian lingkungan, serta menginspirasi masyarakat untuk bergerak menyelamatkan bumi,” ujarnya.
BMBPSDM, lanjutnya, akan memulai serangkaian gerakan kecil yang berdampak besar pasca peluncuran buku ini, seperti eco campus, pengurangan minuman kemasan plastik, serta penciptaan balai-balai hijau di lingkungan Kemenag.
Ali Ramdhani menambahkan bahwa penyusunan buku dilakukan secara komprehensif melalui pengumpulan data, FGD, dan penulisan kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan. “Apresiasi kami sampaikan kepada seluruh tim penyusun atas selesainya buku ini.”
Trilogi Kerukunan dan Peta Jalan Moderasi Beragama 2025–2029
Selain Buku Ekoteologi, Kemenag juga meluncurkan Buku Trilogi Kerukunan, sebuah gagasan orisinal Menag Nasaruddin Umar tentang kerukunan yang melibatkan tiga relasi fundamental: Alam, Manusia, dan Tuhan. Konsep ini menjadi fondasi penguatan harmoni sosial dan lintas iman, sejalan dengan misi Asta Cita memperkuat kohesi sosial dan karakter kebangsaan.
Pada saat yang sama, Kemenag meresmikan Peta Jalan Penguatan Moderasi Beragama 2025–2029. Dokumen strategis ini menjadi pedoman nasional dalam memperdalam moderasi beragama melalui pendidikan, penguatan ekosistem sosial, serta peneguhan nilai kebangsaan.
- Penulis :
- Arian Mesa








