Pantau – Kejati DKI Jakarta menutup peluang bagi Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan untuk diberikan penghentian penuntutan melalui restorative justice. Alasannya karena menyebabkan akibat langsung korban sampai saat ini tidak sadar/luka berat.
“Sehingga ancaman hukumannya lebih dari batas maksimal RJ, dan menjadikan penuntut umum untuk memberikan hukuman yang berat atas perbuatan yang sangat keji,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Ade Sofyansah melalui keterangan tertulis, Jumat (17/3/2023).
Ia menuturkan restorative justice hanya dapat dilaksanakan apabila ada pemberian maaf oleh korban atau keluarga.
“Jika tidak ada, otomatis tidak ada upaya restorative justice dalam tahap penuntutan,” kata Ade.
Pertimbangkan Masa Depan Anak
Terkait pernyataan Kajati DKI Jakarta Reda Manthovani yang memberikan peluang untuk memberikan diversi kepada Agnes yang berkonflik dengan hukum semata-mata hanya mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak.
Oleh karena perbuatan yang bersangkutan tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban.
“Namun, apabila korban dan keluarga tidak memberikan upaya damai khusus terhadap pelaku anak AG yang berkonflik dengan hukum, upaya restorative justice tidak akan dilakukan,” kata Ade.
Ungkapan Empati
Ia menambahkan kehadiran Kajati DKI Jakarta dan tim penuntut umum di rumah sakit semata-mata ungkapan rasa empati sebagai penegak hukum sekaligus memastikan bahwa perbuatan para terdakwa sangat layak untuk diberi hukuman yang berat.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Reda Manthovani, menawarkan restorative justice dalam kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio kepada Cristalino David Ozora. Hal itu ia sampaikan usai menjenguk David di Rumah Sakit Mayapada semalam.
“Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban,” kata Reda.