HOME  ⁄  Nasional

Calon Pendeta Cabuli 14 Orang, Bupati Alor Minta Tak Dikaitkan dengan GMIT

Oleh Firdha Rizki Amalia
SHARE   :

Calon Pendeta Cabuli 14 Orang, Bupati Alor Minta Tak Dikaitkan dengan GMIT
Pantau - Bupati Alor, Amon Djobo, mengharpkan agar kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh calon pendeta beriisial SAS tidak dikaitkan dengan Majelis Sinode Gereja Masehi Injil di Timor (GMIT), karena murni perbuatan pribadi.

“Masyarakat harus tahu bahwa GMIT menempatkan orang di suatu tempat khususnya di Alor untuk melayani umat gerejani di daerah ini bukan melakukan hal-hal tercela seperti yang sudah terjadi,” ujar Amon seperti yang dikutip dari Antara, Jumat (16/9/2022).

Masyarakat juga diminta agar tidak menggiring kasus itu ke organisasi, karena hal tersebut tidak baik karena dikhawatirkan dampaknya akan lain.

Lebih lanjut, sebagai pimpinan daerah di kabupaten itu, Amon menyesalkan hal tersebut terjadi di wilayahnya.

“Hal ini seharusnya tidak terjadi apalagi perbuatan tersebut terjadi di kompleks gereja,” tambahnya.

Amon pun sangat mendukung proses penegakan hukum terhadap SAS yang merupakan seeorang calon pendeta yang bertugas di Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia juga meminta agar semua pihak bisa menghargai proses hukum yang sedang berjalan saat ini.

“Saya harap masyarakat bisa mendukung proses hukum yang sedang dilakukan oleh aparat kepolisian,” katanya.

Diketahui saat ini korban dari SAS sudah bertambah menjadi 14 orang yang terdiri dari usia 13-15 tahun yakni 10 orang anak dengan usia di bawah 17 tahun, sedangkan empat korban lainnya remaja berusia di bawah 19 tahun. Aksi bejat SS sudah dilakukan sejak Maret 2021 hingga Mei 2022.

Namun kasus ini baru terungkap setelah pada 1 September lalu ada beberapa korban yang melaporkan SAS kepada aparat kepolisian setempat.

Menurut hasil pemeriksaan sementara, SAS berulang kali melakukan kekerasan seksual terhadap enam pelajar perempuan di kompleks gereja tempat SAS melaksanakan tugas pelayanan sebagai calon pendeta. Dia juga dilaporkan telah memperdaya dan mengancam korban.

Selain sebagai korban kekerasan seksual, belasan anak itu juga diketahui sebagai korban pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Hal ini karena dalam melaksanakan aksinya tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksinya tersebut.

Dalam menjalankan aksinya juga tersangka melakukan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan terhadap para korban.

“Berdasarkan laporan dari para korban juga, aksi yang dilakukan tersebut dilakukan secara berulang-ulang namun sayangnya para korban tak mengingat pasti berapa kali,” ujar Kasat Reskrim Polres Alor, Iptu Yames Jems Mbau, Senin (12/9/2022).

“Perbuatan persetubuhan yang terlapor lakukan terhadap para korban terjadi lebih dari satu kali dan berulang namun saat ini para korban hanya mengingat sebagian saja,” tambahnya.

Atas perbuatannya, tersangka SAS dijerat dengan Pasal 81 ayat 5 Jo Pasal 76 huruf d Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Tersangka SAS juga dikenakan pasal pemberatan karena korbannya lebih dari satu orang.

Selain terancam hukuman mati atau seumur hidup, tersangka juga terancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

Selain itu, SAS juga terancam dijerat dengan pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksi bejatnya tersebut.
Penulis :
Firdha Rizki Amalia

Terpopuler