
Pantau.com - Jaksa Penuntut Umum menuntut Falalini Halawa, terdakwa pembunuh tiga harimau Sumatera, dengan hukuman pidana 4,5 tahun penjara karena dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian pada satwa dilindungi itu di Riau.
"Benar, tuntutannya adalah hukuman penjara empat tahun enam bulan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Mochamad Fitri Adhy, seperti dilansir dari Antara, Kamis (14/2/2019).
JPU juga menuntut terdakwa dijatuhi hukuman denda sebesar Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan. Adhy mengatakan pembacaan tuntutan sudah berlangsung pada persidangan di Pengadilan Negeri Telukkuantan, Kuantan Singingi, pada 12 Februari lalu.
Ia menjelaskan terdakwa Falalini bisa dibuktikan telah melanggar Pasal 40 Ayat (2) Jo. Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sebabnya, terdakwa dinilai telah dengan sengaja melakukan perbuatan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, satwa yang dilindungi.
Baca juga: Perburuan Ilegal Lagi, Gajah Liar Tanpa Gading Penuh Luka Ditemukan Mati di Aceh
"Dalam pemeriksaan, terdakwa sudah mengetahui bahwa tempat dia memasang jerat adalah habitat harimau, dan masyarakat di sana sudah memperingatkan untuk tidak memasang jerat di sekitar hutan yang merupakan tempat perlintasan harimau," katanya.
Namun, terdakwa mengacuhkan peringatan tersebut dan tetap memasang jerat-jerat dari ukuran kecil hingga besar yang terbuat dari kawat (sling) baja bekas rem motor. Alasannya adalah untuk menangkap babi dan landak yang kerap merusak kebun kelapa sawit. Namun, dari ukuran jerat tidak sesuai untuk menangkap hewan berukuran kecil.
Dalam kasus tersebut, JPU menghadirkan barang bukti yang memberatkan terdakwa seperti sebuah kerat yang terbuat dari tali nilon, sebuah jerat yang terbuat dari sling atau kabel baja bekas rem sepeda motor, seekor induk harimau beserta dua ekor bayi harimau dalam keadaan mati, empat buah jerat yang terbuat dari tali nilon, dan dua karung plastik bulu landak.
Baca juga: Tersisa Satu Ekor, Harimau dan Singa di Taman Rimba Jambi Mati
Dalam persidangan juga diungkapkan bahwa terdakwa Falalini juga menangkap landak, yang dagingnya untuk dimakan.
Falalini, 41 tahun, sebenarnya berasal dari Kabupaten Nias Selatan dan tinggal di Desa Pangkalan Indarung karena bekerja sebagai penjaga kebun kelapa sawit dan ubi di sana. Ia mengklaim terpaksa memasang jerat untuk melindungi tanaman dari hama babi.
Pada tanggal 25 September 2018, seekor harimau sumatera liar terkena jerat ukuran besar yang terbuat dari sling baja milik Falalini. Posisi harimau tersebut ditemukan di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Batang Siabu Desa Pangkalan Indarung.
Hasil pemeriksaan Dokter Hewan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan, bahwa harimau tersebut mati akibat gangguan dalam pengangkutan Oksigen ke jaringan tubuh yang disebabkan terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah ataupun jaringan tubuh. Selain itu, dua ginjal harimau tersebut juga pecah karena jerat pada bagian pinggang dan pinggul sehingga menyebabkan kematian.
- Penulis :
- Noor Pratiwi