
Pantau.com - Kementerian Perindustrian berupaya mendorong industri farmasi dalam negeri agar semakin meningkatkan kegiatan risetnya. Praktis dapat menghasilkan inovasi produk yang berdaya saing tinggi. Mengingat ini dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan permintaan ekspor.
“Kami ingin memperkuat struktur industri farmasi di dalam negeri. Salah satunya melalui kegiatan riset, seperti untuk pengembangan obat herbal,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita seperti dikutip dari laman Kemenperin, Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Menteri Agus menambahkan, pihaknya bertekad untuk terus menumbuhkan sektor industri farmasi di Tanah Air dengan memperluas akses pasar dan meningkatkan utilisasinya. “Kami berharap produk-produk industri farmasi kita bisa terserap optimal di dalam negeri, seperti melalui program Jaminan Kesehatan Nasional. Ini salah satu yang perlu diakselerasi,” imbuhnya.
Baca juga: Menperin Dorong Percepatan Subtitusi Impor Produk Farmasi
Lebih lanjut, Kemenperin turut mendorong upaya industri farmasi agar dapat mengurangi impor bahan baku dan menghasilkan substitusinya. Ia pun mendukung untuk sosialisasi mengenai Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).
Di sisi lain, Kemenperin juga terus memacu pengembangan industri farmasi di tanah air agar mampu berdaya saing hingga kancah global. Adapun langkah strategis yang perlu dijalankan, antara lain adalah mendorong masuknya investasi untuk memperkuat struktur manufaktur dalam negeri dan menghasilkan produk substitusi impor.
“Industri farmasi merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan dalam pengembangannya, karena diharapkan dapat berperan besar menjadi penggerak utama perekonomian nasional di masa yang akan datang,” papar Menteri Agus.
Hingga saat ini, kekuatan industri farmasi di dalam negeri, didukung sebanyak 206 perusahaan, yang didominasi 178 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan Multi National Company (MNC), dan empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Suplai produk farmasi di pasar domestik, mampu dipenuhi oleh produksi lokal sebesar 76 persen,” papar Agus.
Kemenperin mencatat, pada kuartal IV tahun 2019, industri kimia, farmasi, dan obat tradisional mampu tumbuh 18,57 persen atau melonjak drastis dibanding pertumbuhan kuartal III-2019 yang menyentuh angka 9,47 persen. Capaian tersebut juga melampaui pertumbuhan ekonomi sebesar 4,97 persen pada kuartal IV-2019.
Baca juga: Erick Thohir Tunjuk Bio Farma Jadi Induk Holding
Sementara itu, nilai PDB industri kimia, farmasi, dan obat tradisional pada kuartal IV tahun 2019 mencapai Rp22,26 triliun, melonjak dibanding kuartal III-2019 sebesar Rp20,46 triliun. Berikutnya, sepanjang tahun 2019, nilai ekspor produk industri farmasi dan obat tradisional menembus hingga USD597,7 juta, naik dibanding perolehan di tahun sebelumnya sekitar USD580,1 juta.
“Artinya, dari capaian-capaian tersebut, industri farmasi merupakan salah satu sektor yang memiliki kinerja gemilang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” ujar Agus.
Guna menekan defisit neraca dagang di sektor industri farmasi, Kemenperin memacu tumbuhnya industri di sektor hulu atau produsen bahan baku, karena nilai tambah produk farmasi akan meningkat jika sektor hulu dan hilir terintegrasi. “Untuk mengembangkan industri hulu dan penghasil produk substitusi impor, memang perlu investasi. Dalam hal ini, pemerintah telah memfasilitasi melalui pemberian insentif fiskal, di antaranya berupa tax allowance dan tax holiday. Selain itu, serta super tax deduction yang diberikan bagi industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi dan menciptakan inovasi melalui kegiatan R&D,” tukasnya.
- Penulis :
- Tatang Adhiwidharta