HOME  ⁄  Lifestyle

Dee Lestari Ramaikan 'Ubud Writers and Readers Festival 2018'

Oleh Rifeni
SHARE   :

Dee Lestari Ramaikan 'Ubud Writers and Readers Festival 2018'

Pantau.com - Sejumlah penulis Indonesia seperti Dewi Lestari atau sekarang lebih dikenal dengan nama Dee Lestari menjadi pelopor sastra modern dan sastrawan Bali yang menginisiasi lahirnya Kelas Cerpen Kompas, Putu Fajar Arcana, akan menjadi pembicara dalam Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2018.

Festival sastra dan budaya yang diselenggarakan pada 24-28 Oktober 2018 itu juga akan menghadirkan Haidar Bagir, seorang penulis, filantropis, dan pendiri salah satu penerbitan terbesar di Indonesia, Mizan Group. Baru-baru ini, Haidar Bagir menerima 'Global Business & Interfaith Peace Award' setelah menggelar dialog antaragama, demikian keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (16/7/2018), seperti dikutip dari Antara.

UWRF juga menghadirkan Avianti Armand, penyair sekaligus arsitek yang berhasil memimpin tim kuratorial Indonesia dalam '14th International Architecture Exhibition di Venice tahun 2014', serta penulis sekaligus penyair populer Indonesia, M Aan Mansyur, yang adalah salah satu kurator Makassar International Writers Festival.

Baca juga: Naik Kereta Uap Bareng Keluarga, Andien Wujudkan Mimpi

Penyelenggaraan UWRF ke-15 ini bertemakan 'Jagadhita', diambil dari sebuah filosofi Hindu yang berbicara mengenai kebahagiaan dan kesejahteraan di jagat raya, serta sebuah pencarian manusia akan keselarasan dalam konsep tersebut.

Bukan sebatas para penulis, festival juga akan menyambut Kamila Andini, sineas muda Indonesia yang telah sukses menyutradarai film berjudul 'Sekala Niskala'. Film tersebut merupakan salah satu film terbaru Indonesia yang paling terkenal, diputar perdana di Toronto International Film Festival 2017 serta telah menerima Grand Jury Prize di Tokyo Filmex, dan Generation Kplus Grand Prix di Berlinale.

Kamila Andini hadir bersama Richard Oh, sutradara kawakan Indonesia yang rencananya akan menayangkan film terbarunya 'Love is a Bird' secara perdana di UWRF 2018.

Yang tidak kalah spesial adalah kehadiran Nyoman Nuarta, seniman patung kenamaan Indonesia sekaligus pengagas proyek Mandala Garuda Wisnu Kencana, mega proyek di Bali yang akan diselesaikan setelah 28 tahun tertunda. Pada 17 Agustus 2018 bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-73, Bali akan menjadi rumah bagi patung tertinggi di dunia.

Selain nama-nama pembicara nasional tersebut, UWRF 2018 juga menghadirkan deretan nama pembicara internasional tahap awal yang tidak kalah menarik. Mereka diantaranya, Sutradara sekaligus Penulis skenario Hanif Kureishi, Presiden Komisi HAM Australia 2012-2017 Profesor Gillian Triggs, Novelis Kawakan Australia Kim Scott, Penyair kenamaan India Tishani Doshi, CEO The Africa Centre Iweala dan Penulis serta Novelis Pakistan Fatima Bhutto.

Selama lima hari penyelenggaraan festival, UWRF mengajak para pengunjungnya untuk mempertimbangkan kembali seperti apa dunia yang telah kita ciptakan, maupun peristiwa-peristiwa di dunia yang dengan atau tanpa sengaja telah berlangsung karena kehadiran manusia.

"Kita akan bersama-sama mengurai masalah dan menemukan solusi bagi dunia yang selama ini kita tinggali," kata Founder & Director UWRF Janet DeNeefe.

Baca juga: Berbulan-bulan Syuting di Luar Negeri, Iko Uwais Sering Diprotes Anak

Sejak digelar pertama kali sebagai usaha pemulihan atas tragedi bom Bali yang pertama, UWRF menjadi salah satu festival terbaik untuk bertukar ide, inspirasi, dan gagasan dari seluruh dunia. Para sastrawan, cendekiawan, seniman, pegiat, dan akademisi telah sama-sama saling membagi kisah dan suara hebatnya dalam festival ini.

"Berawal dari ide sederhana 15 tahun yang lalu, kami telah berkembang menjadi wadah yang cukup dikenal untuk menampilkan para penulis dan seniman, baik mereka yang masih baru atau yang sudah ternama. Festival ini telah menjadi salah satu acara sastra dan seni terkemuka di dunia," kata Janet.

UWRF, menurut Janet, menyatukan suara-suara paling berpengaruh di dunia dalam sebuah diskusi penting dan pertukaran ide yang berharga.

"Di UWRF, batas budaya dan geografis seolah hilang saat para pembicara dan peserta panel kami membaur menjadi sebuah komunitas global," ujar dia.

Penulis :
Rifeni