
Pantau.com - Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Supratman Andi Agtas menyarankan agar Presiden Joko Widodo melakukan dialog dengan DPR RI terkait kemungkinan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang KPK.
"Soal Presiden mau mengeluarkan Perppu, ya itu hak konstitusional Presiden, tidak bisa kita halangi, tetapi sebaiknya menurut saya yang paling penting adalah dialog diantara lembaga Kepresidenan dan lembaga DPR itu penting," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Ia mengatakan, sebenarnya ada dua mekanisme yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan polemik tersebut yaitu judicial review dan legislative review.
Baca Juga: Bamsoet Sebut Soal Perppu KPK 'Bola Panas' Ada di Tangan Presiden
Judicial review, sambungnya, tidak memungkinkan karena revisi UU KPK belum diundangkan dan legislative review sangat memungkinkan dilakukan saat ini.
"Kalau komunikasi politik antara Presiden dengan DPR beserta kemungkinan dengan seluruh pimpinan partai politik, maka jalan ketiga melakukan legislatif review itu sangat mungkin bisa dilakukan," ungkapnya.
Supratman menyebut, presiden baru saja menggelar pertemuan dengan pimpinan parpol koalisi. Akan tetapi, hal itu dirasa tak cukup dan harus juga menjalin komunikasi dengan pimpinan parpol yang lolos ke parlemen.
"Tapi itu terserah, tergantung pertimbangan dan kalkulasi politik Presiden. Saya dalam posisi tidak bisa menilai apa yang akan terjadi dengan inisiasi presiden untuk mengeluarkan Perppu," tuturnya.
Baca Juga: Yasonna Laoly Berharap Presiden Jokowi Tak Terbitkan Perppu UU KPK
Dia mengatakan DPR tidak mau berandai-andai terkait Perppu KPK karena publik masih menduga-duga apakah jadi keluarkan atau tidak.
Namun dirinya menekankan bahwa ketika proses pengesahan revisi UU KPK, ada tiga fraksi yang menyatakan menolak terutama terkait dengan pemilihan Dewan Pengawas KPK.
"Tentunya DPR apalagi fraksi-fraksi tidak bisa mengintervensi, karena itu adalah hak subyektifitas presiden untuk mengelurkan Perppu. Soal klausul menyangkut kegentingan memaksa, ya itu tafsirnya ada pada subyektifitas Presiden," tandasnya.
- Penulis :
- Bagaskara Isdiansyah