
Pantau.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai tarif Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta, belum layak dinaikkan. Dalam keterangan tertulisnya, ia memaparkan Jalan Tol Sedyatmo secara empirik tidak layak lagi disebut sebagai tol bandara.
"Tol Sedyatmo semula memang didedikasikan untuk akses ke bandara, tetapi saat ini secara empirik sudah runtuh, mengingat pergerakan yang melintasi Tol Sedyatmo tidak semua menuju ke bandara, tetapi banyak ke luar bandara, seperti Cengkareng, Rawabokor, dan sekitarnya, bahkan Tangerang," katanya.
Baca juga: 'Bobok Bumbung', Cara Unik Bayar Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia
Pergerakan yang bercampur (mix traffic) inilah, menurutnya menyebabkan akses ke bandara sering terganggu dan macet, karena terhambat pintu keluar tol di sekitar Tol Sedyatmo. Alasan kedua, tata ruang dan guna lahan di sekitar Tol Sedyatmo sudah padat, dengan banyak apartemen dan perumahan baru, hotel, serta mal, sehingga berdampak kepada kelancaran Tol Sedyatmo tersebut.
Ketiga, keandalan Tol Sedyatmo akan makin menurun jika kapasitas penumpang bandara semakin meningkat. Saat ini, penumpang Bandara Soetta mencapai 65 juta lebih dan ditargetkan mencapai 100 juta pada 2025 seiring pembangunan landasan pacu ketiga dan Terminal 4 Bandara Soetta.
"Jika jumlah penumpang 100 juta ini tercapai, artinya trafik di Tol Sedyatmo akan makin padat dan keandalannya makin menurun. Artinya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, selaku operator Tol Sedyatmo, tidak akan mampu memenuhi berbagai indikator untuk meningkatkan pelayanan yang tercakup dalam standar pelayanan mnimal (SPM) jalan tol," katanya.
Baca juga: Lebih dari 4.300 Toko Tutup di 2019, Usaha Ritel 'Kiamat'?
Kecuali, ujarnya, jika pemerintah bisa memindahkan 30 persen pengguna Tol Sedyatmo menjadi pengguna KA bandara, yang sampai sekarang dinilai masih belum banyak diminati dan sepi penumpang.
"Bisa kita bayangkan jika 100 juta penumpang Bandara Soetta semuanya melintas via jalan Tol Sedyatmo," katanya.
Dengan demikian, ia mengacu pada kondisi empirik seperti itu, maka tarif Tol Sedyatmo tidak layak untuk dinaikkan. Tulus menambahkan, memang operator tol mempunyai hak menaikkan tarif tol per dua tahun sekali, namun, hal itu bisa dilakukan jika keandalan dan kemampuan jalan tol bisa dipenuhi, melalui SPM sebagai prasyarat untuk kenaikan tarif tol.
Tanpa adanya rekayasa lalu lintas yang mumpuni untuk mengembalikan keandalan jalan tol, menurut dia, maka kenaikan tarif Tol Sedyatmo adalah bentuk perampasan hak konsumen sebagai pengguna jalan tol.
- Penulis :
- Nani Suherni