Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Inilah Biang Kerok BPJS Defisit Hingga Rp20 Triliun

Oleh Wulandari Pramesti
SHARE   :

Inilah Biang Kerok BPJS Defisit Hingga Rp20 Triliun
Foto: Inilah Biang Kerok BPJS Defisit Hingga Rp20 Triliun

Pantau - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diprediksi bakal mengalami defisit sebesar Rp 20 triliun pada 2024 ini, seiring estimasi kenaikan belanja yang mencapai Rp 176 triliun.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan melaporkan adanya actuarial loss ratio atau rasio kerugian aktuaria makin melebar. Kondisi tersebut menunjukan klaim atau biaya manfaat yang dibayarkan badan publik tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapatan premi yang diterima. Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby, mengungkap bahwa rasio kerugian aktuaria sudah mencapai di atas 100%.  

“Terjadi death cross pada 2023 kemarin, artinya sejak 2023 antara biaya [yang dikeluarkan] dengan premium [iuran], itu sudah lebih tinggi biaya. Maka actuarial loss ratio yang kita sebut adalah menjadi di atas 100%. Ini makin tinggi terus,” kata Mahlil.

Kondisi tersebut, menurut Mahlil, bisa mengancam ketahanan Dana Jaminan Sosial (DJS) BPJS Kesehatan. Dengan ketidaktahanan tersebut, ada potensi defisit karena biaya operasional lebih besar dibandingkan pendapatannyaDisisi lain, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan yang paling membebani dalam defisit itu adalah utilisasi atau jumlah pelayanan di tempat layanan kesehatan.

Menurut Ghufron saat ini kepercayaan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan telah meningkat tajam. Hal tersebut menyebabkan utilisasi layanan BPJS Kesehatan semakin meningkat.

"Yang bikin defisit tentu utilisasi. Utilisasi itu meningkatnya, dulu cuma 252 ribu sehari, sekarang 1,7 juta sehari. Melompatnya berapa? Itu. Kalau utilisasi kita harus bayar," kata dia ditemui di DPR RI.

Sementara peserta yang menunggak iuran BPJS Kesehatan disebut tidak terlalu membebani. Besarannya disebut kecil dalam beban defisit badan tersebut.

Ghufron mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan memang menjadi salah satu cara mengatasi defisit tersebut. Namun, dia menegaskan opsi itu belum tentu akan diambil.

"(Kenaikan iuran) itu salah satu cara, tetapi cara lain banyak. Contohnya kita mungkin tidak banyak cost sharing, Indonesia nggak ada cost sharing, setiap orang datang ke RS ada bayar sedikit yang tidak memberatkan tetapi mengendalikan," ungkapnya.Dia pun menegaskan belum ada rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2025. "Jadi saya tidak bilang harus naik atau apa. Tetapi di Perpres 59 seperti itu," ungkapnya.Ghufron mengatakan terkait iuran, tarif, hingga manfaat BPJS Kesehatan telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam aturan itu, per 2 tahun iuran memang dibolehkan naik, namun harus melalui evaluasi pemerintah."Tetapi saya itu mengingatkan, semuanya itu oleh bukan BPJS, oleh tanda petik pemerintah dan ada di Perpres 59. Dievaluasi lalu nanti maksimum pada 30 Juni atau 1 Juli 2025 itu iurannya kemudian tarifnya, manfaatnya akan ditetapkan," tuturnya

Penulis :
Wulandari Pramesti
Editor :
Wulandari Pramesti