Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Rupiah Tertekan Jelang Rilis Data Ekonomi AS, Diproyeksi Melemah ke Rp16.500 per Dolar

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Rupiah Tertekan Jelang Rilis Data Ekonomi AS, Diproyeksi Melemah ke Rp16.500 per Dolar
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Petugas menunjukan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Bank BSI, Jakarta. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/Spt/am.)

Pantau - Nilai tukar rupiah diproyeksikan akan melemah ke kisaran Rp16.400 hingga Rp16.500 per dolar Amerika Serikat (AS) akibat antisipasi investor terhadap rilis sejumlah data ekonomi AS pekan ini.

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa pelemahan tidak hanya dialami oleh rupiah, tetapi juga oleh sebagian besar mata uang Asia lainnya.

"Sebagian besar mata uang Asia melemah terhadap dolar AS karena investor menantikan rilis data pasar tenaga kerja AS minggu ini," ungkapnya.

Rupiah Melemah 21 Poin di Awal Pekan, Pasar Tunggu NFP

Pada pembukaan perdagangan Rabu, 3 September 2025, nilai tukar rupiah melemah 21 poin atau 0,13% menjadi Rp16.435 per dolar AS, dibanding posisi sebelumnya Rp16.414 per dolar AS.

Pasar global tengah menantikan dua rilis data penting dari Amerika Serikat yang dijadwalkan pekan ini:

Purchasing Managers’ Index (PMI) Jasa AS, yang akan dirilis Kamis, 4 September 2025.

Data Non-Farm Payrolls (NFP) AS, yang akan dirilis Jumat, 5 September 2025.

Data PMI dan ISM Jadi Sinyal Ekonomi AS Membaik

Laporan dari S&P Global menunjukkan bahwa PMI Manufaktur AS naik dari 49,8 pada Juli menjadi 53,0 pada Agustus 2025.

Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Mei 2022, mencerminkan kondisi operasional manufaktur yang terus membaik.

Peningkatan didorong oleh lonjakan produksi, pertumbuhan pesanan baru, peningkatan persediaan, serta perekrutan tenaga kerja yang berlanjut selama delapan bulan berturut-turut.

Namun, penjualan internasional dilaporkan sedikit menurun akibat kebijakan tarif, ketidakpastian perdagangan global, dan lemahnya permintaan dari luar negeri.

Sementara itu, PMI versi Institute for Supply Management (ISM) juga mengalami kenaikan, namun lebih rendah dari ekspektasi pasar.

"ISM Manufacturing hanya naik menjadi 48,7 dari sebelumnya 48,0, lebih rendah dari perkiraan 49,0," ujar Josua.

Rangkaian data ini dinilai sebagai indikator penting arah kebijakan moneter AS ke depan, yang berdampak langsung terhadap pergerakan nilai tukar di kawasan Asia, termasuk rupiah.

Penulis :
Ahmad Yusuf
Editor :
Ahmad Yusuf