
Pantau - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat seiring rilis data inflasi produsen AS yang lebih rendah dari ekspektasi pasar, memicu harapan penurunan suku bunga oleh The Fed.
Inflasi Produsen AS Turun, Indeks Dolar Melemah
Penguatan rupiah terjadi setelah data Producer Price Index (PPI) AS untuk Agustus 2025 mencatat penurunan sebesar 0,1 persen, jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 0,3 persen.
PPI inti AS juga turun 0,1 persen, padahal sebelumnya diprediksi naik sebesar 0,3 persen.
Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, menjelaskan, "Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan menguat kisaran Rp16.400–Rp16.500 dipengaruhi oleh faktor global melemahnya index dollar sehubungan dengan data inflasi dari sisi produsen yang lebih rendah dari ekspektasi pasar."
Ia menambahkan, rendahnya inflasi ini memunculkan ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat.
"Inflasi sisi produsen AS yang rendah mengindikasikan bahwa kebijakan tarif Trump tidak berdampak terhadap harga-harga penjualan barang & jasa AS disebabkan tingkat kompetisi sangat ketat, sehingga produsen tidak berani menaikkan harga, mengurangi margin keuntungan, dan meningkatkan efisiensi dengan teknologi", jelasnya.
Potensi Penguatan Rupiah Jangka Menengah-Panjang
Rully memperkirakan, dalam jangka menengah hingga panjang, nilai tukar rupiah akan kembali ke level fundamentalnya seiring dengan tren pelemahan dolar AS.
"Dengan dolar AS yang sudah melemah 10 persen sejak level terkuatnya karena isu tarif, seharusnya dalam jangka menengah-panjang rupiah setidaknya menguat lebih dari 10 persen kembali level Rp15 ribuan", ungkapnya.
Pada pembukaan perdagangan hari Kamis, 11 September 2025 di Jakarta, rupiah tercatat menguat sebesar 19 poin atau 0,12 persen.
Nilai tukar rupiah naik dari posisi sebelumnya Rp16.470 menjadi Rp16.451 per dolar AS.
- Penulis :
- Aditya Yohan