Pantau Flash
HOME  ⁄  Food & Travel

Rapa Nui: Melihat Keindahan Pulau Paskah dan Warisan Moai yang Abadi di Chili

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Rapa Nui: Melihat Keindahan Pulau Paskah dan Warisan Moai yang Abadi di Chili
Foto: Moai di Chile (Pixabay)

Pantau - Saat senja, moai di Easter Island (Pulau Paskah) atau Rapa Nui berdiri megah di tepi pantai, seolah penjaga abadi yang dilapisi cahaya keemasan. Patung-patung ini, dengan tinggi rata-rata 4 meter dan berat hingga 14 ton, tampak semakin menyerupai manusia saat didekati. Beberapa tampak berwibawa, sementara lainnya menampilkan ekspresi unik yang memikat.

Pulau ini memiliki hampir 1.000 moai, yang berarti "patung" dalam bahasa Rapanui. Moai dipahat antara abad ke-12 hingga ke-17, ketika para penjelajah Polinesia menemukan dan menetap di pulau yang subur ini. Sayangnya, pada abad ke-18 dan ke-19, produksi moai berhenti akibat perbudakan, konflik internal, dan wabah penyakit. Di era modern, moai menjadi daya tarik utama yang menghasilkan industri pariwisata bernilai jutaan dolar.

Namun, pandemi COVID-19 menghentikan segalanya. Pada Maret 2020, wali kota Pedro Edmunds Paoa menutup akses pulau untuk melindungi warganya. Pariwisata, yang menjadi sumber penghidupan utama bagi 72% penduduk, lenyap dalam sekejap. Untuk bertahan, masyarakat kembali menghidupkan konsep tradisional tapu (pembatasan) dan umanga (kerja sama), berbagi hasil bumi, tenaga, dan bantuan secara sukarela. Selama 28 bulan, tradisi lama yang nyaris terlupakan kembali menjadi bagian kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Rekomendasi Wisata Musim Dingin di Australia. Salah Satunya Bermain Toboggan di Mount Buller

Ketika pembatasan dicabut pada pertengahan 2022, Rapa Nui menyambut era baru. Program keindahan lingkungan selama pandemi membuat pulau ini dipenuhi pohon berbunga. Warga juga membersihkan 20 ton sampah dari pantai dan dasar laut. Hotel Nayara Hangaroa, salah satu destinasi utama, kini menawarkan pengalaman budaya baru, seperti bertemu seniman lokal dan tur ke situs arkeologi.

Salah satu situs penting adalah Orongo, bekas desa yang berada di tepi kawah vulkanik Rano Kau. Di sini, tradisi kompetisi Tangata Manu atau "manusia burung" pernah berlangsung. Peserta berlomba mengambil telur burung dari pulau kecil di tengah laut, dengan pemimpin klan pemenang menjadi penguasa pulau selama setahun. Kini, petrografi manusia burung masih menghiasi tebing basalt di Orongo, menceritakan legenda masa lalu.

Pulau ini juga bangkit dalam hal pertanian. Selama pandemi, sekitar 1.300 kebun baru ditanam untuk mencapai swasembada pangan. Olga Elisa Icka Pacarati, seorang penduduk, kembali bercocok tanam setelah mendapat pelatihan dari program pemerintah. Hasil panen tidak hanya memenuhi kebutuhan rumah tangga, tetapi juga mendukung restoran lokal yang kini menyajikan makanan berbahan baku asli Rapa Nui.

Baca juga: 5 Tempat Wisata di Makedonia, Surga Tersembunyi yang Tak Kalah Memesona dari Kepulauan Yunani

Selain pesona budaya, kuliner Rapa Nui menawarkan cita rasa unik. Restoran seperti Te Moai Sunset dan Te Moana menyajikan hidangan khas seperti tiradito ikan mahi-mahi dan puding po’e berbahan kelapa dan pisang. Hotel seperti Nayara Hangaroa dan Explora Rapa Nui juga menghadirkan masakan berbahan lokal yang segar, mulai dari tuna hingga taro.

Mengunjungi taman nasional di pulau ini memberikan wawasan mendalam tentang warisan moai. Beberapa patung raksasa ini masih tergeletak di lokasi aslinya, sementara lainnya telah dipulihkan. Penduduk asli, melalui komunitas Ma‘u Henua, kini mengelola taman nasional untuk memastikan pelestarian situs arkeologi.

Rapa Nui adalah simbol ketahanan dan transformasi. Pandemi memperlihatkan kemampuan pulau ini untuk bertahan dengan menghidupkan kembali tradisi lokal dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan. Dari patung moai hingga budaya yang kaya, Rapa Nui adalah cerminan sejarah dan harapan di tengah Samudra Pasifik.

Penulis :
Latisha Asharani