Pantau Flash
HOME  ⁄  Hiburan

Film Horor Tak Sekadar Menakuti, Jadi Sarana Edukasi Psikologi dan Budaya di Indonesia

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Film Horor Tak Sekadar Menakuti, Jadi Sarana Edukasi Psikologi dan Budaya di Indonesia
Foto: (Sumber: "KKN di Desa Penari" (2022). (MD Pictures))

Pantau - Film horor masih menjadi salah satu genre paling konsisten diproduksi dan disambut baik oleh masyarakat Indonesia karena menawarkan lebih dari sekadar hiburan, tetapi juga potensi edukatif dalam aspek psikologi, budaya, dan nilai sosial.

Produksi Film Horor Meningkat dan Diminati

Pada tahun 2024, Lembaga Sensor Film (LSF) mencatat sebanyak 87 judul film horor didaftarkan melalui Sistem Administrasi Sensor Berbasis Elektronik (e-Sias).

Jumlah tersebut mewakili 30,5 persen dari seluruh film nasional yang didaftarkan, meski masih berada di bawah genre drama yang mencatat 49,5 persen.

Film horor lokal seperti KKN di Desa Penari (2022) berhasil menempati posisi kedua film terlaris sepanjang masa di Indonesia dengan 10.061.033 penonton.

Sementara Pengabdi Setan 2: Communion (2022) menyusul di peringkat kelima dengan 6.391.982 penonton.

Data tersebut memperlihatkan bahwa film horor memiliki daya tarik lintas generasi dan tetap menjadi favorit masyarakat Indonesia.

Horor Sebagai Sarana Edukatif dan Refleksi Budaya

Menurut Teori Transfer Eksitasi dari Dolf Zillmann, rasa takut dari film horor dapat memicu gairah fisiologis yang kemudian berubah menjadi rasa lega dan kepuasan setelah film berakhir.

Film horor juga dianggap sebagai sarana aman untuk mengeksplorasi emosi ekstrem, melatih regulasi emosi, dan memahami reaksi tubuh terhadap stres.

Dalam konteks psikologi, film horor dapat membantu penonton mengenali rasa takut, kecemasan, hingga trauma, dan menjadi media refleksi serta pemulihan emosional.

Dari sisi budaya, film horor lokal sering kali mengangkat cerita rakyat, mitos, dan legenda yang hidup dalam tradisi lisan masyarakat Indonesia.

Sosok seperti kuntilanak, pocong, tuyul, serta mitos dan pamali dimunculkan sebagai elemen edukatif sekaligus pengingat sosial.

Dr. Mochamad Irfan Hidayatullah, dosen FIB Universitas Padjadjaran, menjelaskan bahwa cerita-cerita rakyat memang dekat dengan masyarakat dan menjadi bahan fiksi yang efektif.

"Sebenarnya, fiksi itu selalu mencari bahan-bahan yang paling dekat dengan masyarakat. Nah, kalau yang paling dekat dengan masyarakat biasanya cerita-cerita yang berkembang di masyarakat secara lisan maupun tulisan," ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa pamali, mitos, dan legenda berfungsi untuk mendisiplinkan masyarakat dan menjadi pengingat sosial yang diwariskan turun-temurun.

Cerita rakyat mengalami transformasi media dari lisan, audio, hingga menjadi audio visual melalui film.

Dengan cara ini, film horor menjadi sarana literasi budaya yang efektif untuk mengenalkan generasi muda pada warisan lokal secara menarik dan relevan.

Film seperti KKN di Desa Penari (2022) mengisahkan larangan melintasi area sakral di hutan sebagai bentuk penghormatan terhadap batas budaya dan spiritual masyarakat lokal.

CEO MD Pictures, Manoj Punjabi, menyatakan bahwa keberhasilan film horor lokal karena mampu menangkap perhatian dan kepercayaan masyarakat.

Film horor, menurutnya, menjadi alat komunikasi sosial yang kuat.

Jinu, anggota komunitas film Literature Optical Cinema FIB Unpad, menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia lebih menyukai horor lokal karena kedekatannya dengan budaya mistis yang masih kuat di tengah masyarakat.

"Menurut aku masih memungkinkan untuk horor Indonesia ini lebih laku daripada horor luar negeri. Kenapa? Karena lingkungan di Indonesia masih erat dengan budaya mistisnya, jadi orang-orang tuh pada merasa dekat dengan lokalitas horor Indonesia yang dimasukin ke filmnya," jelasnya.

Meski demikian, sebagian penonton tetap menyukai horor asing karena pendekatannya yang lebih psikologis dan eksistensial.

Rachel, penggemar psychological horror, mengapresiasi film seperti Hereditary (2018) dan Midsommar (2019) karena menyentuh tema trauma keluarga dan kondisi mental secara mendalam.

Sementara itu, Rizqita, penonton film horor asing lainnya, menilai alur cerita film luar lebih variatif dan tidak mudah ditebak.

Sebaliknya, ia menganggap film horor lokal cenderung repetitif dan mudah diprediksi.

Namun, baik film horor lokal maupun asing tetap memberikan pengalaman unik dan memikat bagi penonton Indonesia.

Lebih dari sekadar rasa takut, film horor kini dilihat sebagai cermin budaya, guru psikologis, dan media edukatif.

Dengan pendekatan yang tepat, genre ini dapat dimanfaatkan sebagai alat pembelajaran efektif di ruang kelas, komunitas, hingga refleksi pribadi.

Penulis :
Aditya Yohan

Terpopuler