
Pantau - Lima terapis wicara di Hong Kong dihukum sembilan belas bulan penjara karena menerbitkan tiga buku anak-anak yang dianggap anti-pemerintah, Sabtu (10/9/2022).
Loria Lai, Melody Yeung, Sidney Ng, Samuel Chan dan Marco Fong merupakan terapis yang mempublikasikan ketiga buku tersebut mengaku tidak bersalah dan memilih untuk tidak bersaksi, dilansir New York Post.
Sedangkan pemerintah yang mendakwa kelima orang tersebut menyebutkan bahwa gambar serigala dan kambing yang terdapat pada sampul buku tersebut merupakan aksi separatisme dan menghasut oposisi terhadap pemerintah.
Pengadilan di Hong Kong memvonis lima terapis itu bersalah karena memproduksi buku yang dinilai sebagai "publikasi hasutan" karena isinya menceritakan sejumla domba yang berusaha mempertahankan desanya dari serangan kawanan serigala.
Gambar di buku itu menceritakan kejadian nyata yaitu demonstrasi massa pro demokrasi kota pada 2019, dan 12 pro demokrasi yang kabur dari Hong Kong menggunakan speedboat pada 2020 dan ditangkap oleh pemerintah China.
Aktivis hak asasi manusia menyatakan bahwa dakwaan ini telah menjadi ledakan yang besar terhadap kebebasan berbicara di Hong Kong yang dikuasai China.
Amnesty International meminta untuk melepaskan kelima terapis sampai menyebutkan penggunaan undang-undang hasutan "kuno" adalah tindakan represi yang tidak bisa diterima.
"Menulis buku untuk anak-anak bukanlah kejahatan, dan upaya untuk mendidik anak-anak tentang peristiwa baru-baru ini dalam sejarah Hong Kong bukan merupakan upaya untuk menghasut pemberontakan," ujar Amnesty International.
[Laporan Kaorie Zeto Hapki]
Loria Lai, Melody Yeung, Sidney Ng, Samuel Chan dan Marco Fong merupakan terapis yang mempublikasikan ketiga buku tersebut mengaku tidak bersalah dan memilih untuk tidak bersaksi, dilansir New York Post.
Sedangkan pemerintah yang mendakwa kelima orang tersebut menyebutkan bahwa gambar serigala dan kambing yang terdapat pada sampul buku tersebut merupakan aksi separatisme dan menghasut oposisi terhadap pemerintah.
Pengadilan di Hong Kong memvonis lima terapis itu bersalah karena memproduksi buku yang dinilai sebagai "publikasi hasutan" karena isinya menceritakan sejumla domba yang berusaha mempertahankan desanya dari serangan kawanan serigala.
Gambar di buku itu menceritakan kejadian nyata yaitu demonstrasi massa pro demokrasi kota pada 2019, dan 12 pro demokrasi yang kabur dari Hong Kong menggunakan speedboat pada 2020 dan ditangkap oleh pemerintah China.
Aktivis hak asasi manusia menyatakan bahwa dakwaan ini telah menjadi ledakan yang besar terhadap kebebasan berbicara di Hong Kong yang dikuasai China.
Amnesty International meminta untuk melepaskan kelima terapis sampai menyebutkan penggunaan undang-undang hasutan "kuno" adalah tindakan represi yang tidak bisa diterima.
"Menulis buku untuk anak-anak bukanlah kejahatan, dan upaya untuk mendidik anak-anak tentang peristiwa baru-baru ini dalam sejarah Hong Kong bukan merupakan upaya untuk menghasut pemberontakan," ujar Amnesty International.
[Laporan Kaorie Zeto Hapki]
- Penulis :
- Aries Setiawan