Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Hati-hati! AI Bisa Membuat Kita Lebih Mudah Menuduh Orang Lain Berbohong Menurut Penelitian

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Hati-hati! AI Bisa Membuat Kita Lebih Mudah Menuduh Orang Lain Berbohong Menurut Penelitian
Foto: Ilustrasi AI (freepik)

Pantau - Berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan pada 27 Juni pada Jurnal iScience, ditemukan bahwa orang lebih cenderung menuduh orang lain berbohong saat AI yang melontarkan tuduhan.

Penulis senior Nils Köbis, seorang ilmuwan perilaku di Universitas Duisburg-Essen Jerman dalam Neuroscience News mengatakan bahwa dibutuhkan banyak keberanian dan bukti bagi seseorang untuk secara terbuka menuduh orang lain berbohong. Penelitian yang ia lakukan bersama timnya menunjukkan bahwa  AI bisa menjadi alasan bagi orang-orang untuk bersembunyi sehingga dapat terhindar dari tanggung jawab atas konsekuensi dari tuduhan tersebut.

Lebih lanjut, Köbis beserta tim penelitinya ingin mengetahui apakah kehadiran AI tersebut akan mengubah norma dan perilaku sosial yang ada dalam hal melontarkan tuduhan.

Tim tersebut meminta 986 orang untukmenulis satu deskripsi benar dan satu deskripsi salah mengenai apa yang mereka rencanakan untuk dilakukan pada akhir pekan. Mereka melatih algoritma dengan data tersebut untuk mengembangkan model AI yang mampu mengidentifikasi pernyataan benar dan  salah. Hasilnya, didapat sebanyak 66%  benar yang mana merupakan akurasi yang jauh lebih tinggi daripada yang dapat dicapai rata-rata orang.

Kemudian, tim merekrut lebih dari 2000 orang untuk menjadi juri yang akan membacakan penrnyataan serta memutuskan apakah pernyataan tersebut benar atau tidak. Pada penelitian tersebut, para peserta dibagi menjadi empat kelompok yaitu “dasar”, “paksa”, “diblokir”, dan “pilihan”.

Pada kelompok “dasar”, peserta menjawab benar atau salah tanpa bantun AI. Sementara itu, kelompok “paksa”, peserta selalu mendapat prediksi AI sebelum mengambil keputusan sendiri.

Selanjutnya, kelompok “diblokir” dan “pilihan”, peserta memiliki opsi untuk menerima prediksi yang dihasilkan oleh AI. Sedangkan orang yang meminta prediksi dari kelompok yang diblokir tidak akan menerimanya, dan orang di kelompok pilihan akan menerimanya.

Para peneliti menemukan bahwa peserta dalam kelompok “dasar” memiliki akurasi sebesar 46% ketika mengidentifikasi benar atau salah. Sebanyak 19% orang dalam kelompok tersebut menuduh pernyataan yang mereka baca adalah salah, padahal mereka mengetahui bahwa 50% penyataan tersebut adalah salah. Sehingga hal ini menegaskan bahwa manusia cenderung menahan diri untuk tidak menuduh orang lain berbohong.

Pada kelompok “paksa”, peserta diberikan prediksi AI terlepas dari apakah mereka menginginkannya. Lebih dari sepertiga peserta menuduh pernyataan tersbeut salah, dengan angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok “dasar” dan kelompok “blokir” yang tidak menerima prediksi AI.

Saat AI memperkirakan suatu pernyataan adalah benar, hanya 13% peserta yang mengatakan bahwa penyataan tersebut salah. Sebaliknya, ketika AI memperkirakan suatu pernyataan tersebut salah, lebih dari 40% peserta menuduh pernyataan tersebut salah.

Selain itu, 84% peserta yang mengadopsi prediksi AI tersebut melontarkan tuduhan ketika AI mengatakan pernyataan tersebut salah. 
 
Köbis mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa begitu seseorang memiliki algoritma seperti itu, mereka akan bergantung padanya dan mungkin akan mengubah perilaku mereka. Apabila algoritma tersebut menyebut sesuatu sebagai kebohongan, orang-orang bersedia langsung melakukannya. Ia menyebut bahwa hal ini cukup mengkhawatirkan dan menunjukkan bahwa kita harus berhati-hati dengan AI.

Perlu diketahui bahwa AI dikenal sering melakukan kesalahan dan memperkuat bias. Temuan tersebut membuat Kobis menyarankan agar para pembuat kebijakan harus mempertimbangkan kembali pengguna AI pada hal-hal penting dan sensitif.

Penulis :
Latisha Asharani