Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Bos ChatGPT Sambangi Indonesia, Blak-blakan Soal Kecerdasan Buatan

Oleh Fadly Zikry
SHARE   :

Bos ChatGPT Sambangi Indonesia, Blak-blakan Soal Kecerdasan Buatan
Pantau - Bos ChatGPT, Sam Altman berkunjung ke Indonesia. Kunjungan Altman ke Indonesia merupakan bagian dari tur keliling dunia yang ia gelar untuk mempromosikan teknologi kecerdasan buatan. Beberapa negara yang dikunjungi adalah Inggris, Perancis, Israel, China, India, Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan Indonesia.

Dalam diskusi dengan warga +62, CEO Open artificial intelligence (AI) ChatGPT itu mengatakan, AI harus bisa belajar dari preferensi penggunanya termasuk dalam hal batasan moral dan etika.

Ia mengambil contoh respons AI jika penggunanya bertanya soal makanan paling enak di seluruh dunia.

"Jika saya bertanya ke AI, apa makanan paling enak di dunia. Nasi goreng. Saya rasa bisa itu, menurut saya pribadi. Orang lain pasti punya jawaban yang berbeda. Soal ini (AI) harus dipersonalisasi," kata Altman di Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Kecerdasan buatan sebaiknya bisa mempelajari perbedaan dari tiap orang, tiap kelompok, tiap budaya, atau bahkan tiap negara. Dengan kemampuan ini, AI bisa memberikan jawaban dan respons yang paling tepat untuk orang yang berbeda di seluruh dunia.

Kecerdasan buatan juga bisa mempelajari karakter respons yang diinginkan oleh penggunanya sesuai tujuan penggunaan. Beberapa pengguna ingin menggunakan AI generatif untuk menyelesaikan tugas lebih cepat seperti menulis prosa hingga program komputer.

Namun, kecerdasan buatan juga bisa digunakan untuk lawan diskusi dan menantang penggunanya untuk lebih kreatif.

Altman berpendapat pengaturan dan pembatasan soal kecerdasan buatan ini harus dibangun multi-level. Di tingkat paling global, harus ada kesepakatan soal pembatasan penggunaan AI untuk hal yang paling dasar.

"Misalnya teknologi AI tidak bisa digunakan untuk membunuh. Itu paling dasar. Saya rasa semua setuju," ujarnya.

Kemudian, setiap wilayah mulai dari negara hingga budaya bisa menerapkan batasan sendiri berdasarkan etika dan hukum masing-masing.

Kecerdasan buatan, lanjut Altman, juga bisa diajari untuk mengenali perbedaan etika dan hukum tersebut sehingga bakal memberikan respons yang berbeda ke pengguna yang berbeda.

Sementara itu Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) RI Nadiem Makarim mempertanyakan soal dampak ChatGPT dan teknologi kecerdasan buatan ke dunia pendidikan.

Pasalnya, teknologi ini dikhawatirkan akan menggantikan peran guru. Hal ini, menurut Nadiem, membuat banyak guru di Indonesia cemas.

"Teknologi ini membuat guru-guru ketakutan karena penilaian kuantitas dan kualitas dalam proses belajar-mengajar akan tertantang dengan kehadiran teknologi ini. Sistem pendidikan memang perlu beradaptasi, namun bagaimana tanggapan Anda?," kata Nadiem.

Menanggapi hal tersebut, Altman mengatakan setiap perkembangan teknologi memang akan mengubah sistem pendidikan secara drastis. Ia mencontohkan penemuan kalkulator dan mesin pencari sudah berkontribusi terhadap perubahan sistem pendidikan di masa lampau.

"Polanya mirip dengan perkembangan teknologi sebelumnya. Guru-guru bisa mencari fakta dan informasi dari Google. Sekarang, dengan kehadiran AI, para guru juga bisa memanfaatkan tool yang bermanfaat dalam proses belajar-mengajar," jelasnya.

Altman mengimbau agar para guru tak takut dengan perubahan zaman dan teknologi baru. Justru, teknologi AI perlu dilihat sebagai alat yang mempermudah pekerjaan mereka.

Altman juga bercerita soal penolakan ChatGPT di sekolah-sekolah di Amerika Serikat (AS) saat awal platform itu booming. Namun, seiring berjalannya waktu, ChatGPT akhirnya diterima dan justru digunakan untuk mempermudah kegiatan di sekolah.
Penulis :
Fadly Zikry

Terpopuler