HOME  ⁄  Nasional

Menuju Perbankan Digital yang Lebih Tangguh: Pelajaran dari Gangguan JakOne Mobile

Oleh Gian Barani
SHARE   :

Menuju Perbankan Digital yang Lebih Tangguh: Pelajaran dari Gangguan JakOne Mobile
Foto: Transformasi digital perbankan menuntut kesiapan sistem yang tak hanya canggih, tetapi juga tahan banting.

Pantau - Dalam satu dekade terakhir, industri perbankan mengalami perubahan besar melalui digitalisasi, namun insiden gangguan pada layanan Bank DKI awal April 2025 menunjukkan bahwa transformasi ini juga membawa tantangan besar dalam ketahanan teknologi.

Menurut laporan McKinsey tahun 2021, lebih dari 60% interaksi nasabah dengan bank kini terjadi melalui kanal digital seperti aplikasi mobile atau internet banking.

Hal ini menuntut bank untuk tidak hanya fokus pada inovasi, tetapi juga memastikan keberlangsungan dan keamanan layanan secara menyeluruh.

Namun, di balik kemajuan ini tersembunyi risiko besar, yakni kerapuhan sistem teknologi informasi (TI) yang dapat memicu krisis kepercayaan.

Gangguan JakOne Mobile dan Dampaknya

Awal April 2025, layanan mobile banking Bank DKI, JakOne Mobile, mengalami gangguan serius yang mengakibatkan ribuan nasabah tidak dapat mengakses layanan perbankan.

Gangguan ini terjadi di tengah meningkatnya ketergantungan masyarakat pada transaksi digital untuk kebutuhan penting seperti pembayaran gaji, belanja harian, hingga tagihan bulanan.

Pemprov DKI Jakarta menyebut penyebab gangguan adalah "permasalahan sistem teknologi informasi" yang saat ini sedang dievaluasi.

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa dana nasabah tetap aman dan menjanjikan adanya perbaikan.

Sebagai langkah cepat, Direktur Teknologi Informasi Bank DKI dicopot dari jabatannya.

Gangguan ini menimbulkan keresahan publik dan membuka diskusi luas mengenai kesiapan bank daerah dalam mengelola sistem digital secara profesional dan berkelanjutan.

Ketahanan Digital: Lebih dari Sekadar Aplikasi

Transformasi digital perbankan bukan hanya soal penambahan fitur, tapi juga mencakup sistem inti, integrasi API, enkripsi data, dan keamanan siber.

Jika salah satu elemen terganggu, dampaknya bisa sangat luas dan merugikan.

World Economic Forum dalam laporannya tahun 2022 menyebut kegagalan infrastruktur digital di sektor keuangan dapat menimbulkan kerugian ekonomi hingga miliaran dolar.

OJK mencatat peningkatan laporan gangguan layanan digital bank akibat bug, overload server, hingga serangan siber.

Digital banking menyangkut keseluruhan rantai operasional, bukan hanya tampilan antarmuka pengguna.

Itulah sebabnya ketahanan teknologi (IT resilience) harus menjadi prioritas utama dalam tata kelola bank digital.

Risiko teknologi perlu diperlakukan setara dengan risiko kredit maupun risiko pasar lainnya.

Ketika sistem mobile banking lumpuh, bukan hanya nasabah yang terganggu, tapi juga aliran kas UMKM, pembayaran gaji pegawai, hingga stabilitas ekonomi mikro lokal.

Kepercayaan adalah mata uang utama dalam dunia digital—sekali rusak, loyalitas nasabah bisa ikut hilang.

Tantangan Bank Daerah dan Jalan Menuju Tangguh

Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Bank DKI berada dalam sorotan tinggi karena gangguan ini juga berpotensi membawa dampak politik dan reputasi bagi pemerintah daerah.

Bank daerah memang memegang peranan penting dalam inklusi keuangan, namun mereka juga menghadapi berbagai tantangan seperti keterbatasan sumber daya TI, kekurangan SDM digital, ketergantungan pada vendor eksternal, hingga budaya birokratis yang belum agile.

Laporan BPK tahun 2023 menunjukkan bahwa masih ada BUMD perbankan yang belum mengadopsi standar tata kelola TI internasional seperti COBIT atau ISO 27001, membuat mereka lebih rentan terhadap ancaman digital.

Kasus Bank DKI mengajarkan pentingnya audit TI yang menyeluruh dan berkala, termasuk simulasi krisis digital.

Penguatan SDM dan kepemimpinan digital, serta literasi digital pimpinan menjadi hal mendesak.

Rotasi jabatan atau pencopotan pejabat harus dibarengi dengan rencana suksesi yang matang agar tidak hanya bersifat reaktif.

Transparansi dan komunikasi terbuka saat krisis digital juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.

Kolaborasi aktif dengan regulator dan fintech nasional dapat mempercepat proses digitalisasi yang aman dan berkelanjutan.

Gangguan ini seharusnya menjadi titik balik, bukan titik lemah.

Dengan penanganan yang serius dan sistemik, Bank DKI bisa menunjukkan bahwa mereka tidak sekadar ikut tren digital, tapi benar-benar siap menjadi pelopor perbankan modern bagi warga Jakarta.

Peran Regulator dan Harapan Publik

Publik memiliki peran penting dalam mengawal proses ini dengan tetap kritis dan menuntut transparansi dari lembaga keuangan.

Sementara itu, regulator harus memastikan bahwa bank-bank daerah memiliki fondasi teknologi yang kokoh dan tidak mudah tumbang oleh gangguan teknis.

Digitalisasi yang kuat bukan hanya tentang kemajuan teknologi, tetapi juga tentang membangun kepercayaan jangka panjang.

Seperti dikatakan Eduardus Suharto, dosen Perbanas Institute, "Digitalisasi tanpa ketahanan adalah bom waktu."

Penulis :
Gian Barani

Terpopuler