
Pantau - Indonesia menyelenggarakan forum bisnis bertajuk Tuna Talks: Exploring Tradition, Heritage & Sustainability in Indonesia’s Tuna Fisheries di Paviliun Indonesia pada World Expo 2025 Osaka, Jepang, sebagai upaya memperkuat diplomasi kelautan dan mempromosikan praktik perikanan tuna berkelanjutan.
Forum ini digagas oleh kolaborasi berbagai organisasi—MDPI, YKAN, YII, Marine Change, dan FairTrade USA—dengan koordinasi dari Resonance Global, dan menyoroti pentingnya kerja sama internasional dalam menjaga ekosistem laut.
Sashimi, Huhate, dan Laut Banda: Simbol Keberlanjutan
Tilma Komaling dari Indonesia Tuna Consortium menyatakan bahwa setiap irisan sashimi tuna mewakili kerja keras nelayan dan visi ekonomi biru Indonesia.
Metode tradisional ramah lingkungan seperti Huhate (pancing joran) yang digunakan di Maluku, Ternate, dan Tidore dibahas sebagai praktik berkelanjutan yang menghindari tangkapan sampingan (bycatch).
Glaudi Perdanahardia dari YKAN menyoroti pengelolaan wilayah tangkap dengan pendekatan ilmiah, seperti penutupan sementara area Laut Banda guna memulihkan stok tuna.
Diplomasi Investasi dan Adaptasi Teknologi
Aiko Yamauchi dari Seafood Legacy menyebut Indonesia sebagai pemasok tuna terbesar kedua bagi Jepang dengan ekspor global mencapai 52,7 ribu ton, menunjukkan pentingnya kerja sama strategis.
Kai García Neefjes dari YII menyampaikan harapan untuk mengadaptasi teknik Jepang ke perikanan Indonesia, sementara Sri Sumiati Jalil dari MDPI menekankan pentingnya memperkuat kelembagaan komunitas nelayan melalui koperasi.
Direktur Paviliun Indonesia Didik Darmanto menutup sesi dengan menyatakan bahwa forum ini adalah komitmen nyata Indonesia terhadap ekonomi biru berbasis tradisi dan keberlanjutan.
- Penulis :
- Gian Barani