
Pantau - Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan langkah hukum untuk menggugat pembatalan kontrak pengadaan satelit antara Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI dan perusahaan Detenté Operation di forum arbitrase internasional International Chamber of Commerce (ICC), Singapura.
Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI Otto Hasibuan menegaskan pentingnya perjuangan hukum ini: "Kita harus tunjukkan bahwa kita punya bukti, kita punya dasar hukum, dan kita tidak akan membiarkan siapa pun merugikan Negara".
Kasus ini berawal dari kontrak tahun 2018 senilai Rp350 miliar, yang menurut hasil audit BPKP hanya menghasilkan barang senilai sekitar Rp1,9 miliar berupa handphone biasa, bukan perangkat komunikasi satelit sebagaimana dijanjikan.
Penipuan dan Koordinasi Lintas Lembaga Jadi Sorotan
Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kemenko Kumham Imipas RI Nofli menegaskan bahwa pendekatan terhadap kasus ini harus menyeluruh, baik secara pidana, perdata, maupun internasional: "Ini bukan sekadar persoalan arbitrase, tapi menyangkut muruah negara".
Dalam rapat tindak lanjut hearing perkara Detenté yang digelar di Jakarta, Rabu (11/6/2025), hadir Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan RI Marsda TNI Hendrikus Haris Haryanto, Kepala Biro Hukum Kemenhan Helmy Zulfadli Lubis, perwakilan Kejaksaan Agung, serta tim kuasa hukum Kemenhan.
Marsda Hendrikus menyebut bahwa perangkat yang diterima jauh dari spesifikasi satelit: "Kami menerima barang-barang yang ternyata hanya handphone biasa, bukan perangkat komunikasi satelit seperti yang dijanjikan".
Helmy Lubis menambahkan bahwa penandatangan kontrak dilakukan oleh WNA asal Hungaria yang kini diduga sebagai pelaku utama dalam kasus ini.
Pemerintah RI terus menelusuri keberadaan pelaku melalui jalur diplomatik dan kerja sama internasional.
Otto Hasibuan menegaskan: "Langkah hukum dan diplomatik sedang kami tempuh. Tidak ada kompromi terhadap pihak yang merugikan negara".
- Penulis :
- Balian Godfrey