billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

BKKBN Desak Pemda Buat Strategi Tekan Pernikahan Dini demi Cegah Risiko Kesehatan dan Stunting

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

BKKBN Desak Pemda Buat Strategi Tekan Pernikahan Dini demi Cegah Risiko Kesehatan dan Stunting
Foto: (Sumber: Kemendukbangga/BKKBN menjadi tuan rumah forum Asia Pasifik Keluarga Berencana (KB) 2030 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (8/10/2025) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna.)

Pantau - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) meminta pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun rencana strategis dalam menekan angka pernikahan dini yang masih tinggi di berbagai daerah.

Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Kemendukbangga/BKKBN, Bonivasius Prasetya Icthiarto, menyampaikan hal tersebut dalam forum Asia Pasifik Keluarga Berencana (KB) 2030 yang digelar di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pada Rabu (8/10/2025).

"kabupaten/kota harus punya rencana strategis bagaimana mereka menurunkan pernikahan anak usia dini, tidak di pusat saja", ungkapnya.

Risiko Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Remaja

Berdasarkan data angka kelahiran menurut usia tertentu (age-specific fertility rate/ASFR), pada tahun 2024 tercatat terdapat 18 kelahiran per 1.000 perempuan untuk kelompok usia remaja 15-19 tahun.

Bonivasius menyebutkan bahwa meskipun angka remaja yang melahirkan di Indonesia diperkirakan akan terus menurun, upaya lebih lanjut tetap dibutuhkan untuk menekan angka tersebut secara signifikan.

Ia menekankan bahwa pernikahan dan kehamilan pada usia remaja dapat berdampak serius terhadap kesehatan ibu muda, mengingat organ reproduksi mereka belum sepenuhnya siap.

Dampak yang ditimbulkan antara lain membahayakan kesehatan perempuan, perkembangan janin yang tidak optimal, hingga potensi melahirkan anak dalam kondisi stunting.

Kolaborasi Multi-Pihak untuk Edukasi dan Pencegahan

BKKBN menegaskan pentingnya dukungan dari berbagai elemen masyarakat seperti tokoh agama, tokoh budaya, dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama mengedukasi masyarakat dalam mencegah praktik pernikahan dini.

"Kemendukbangga ajak Fatayat NU cegah stunting dan pernikahan dini", ia mengungkapkan dalam sesi terpisah forum tersebut.

Dukungan dari berbagai pihak ini harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah agar strategi pencegahan bisa berjalan efektif.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2023, sekitar 6,92 persen perempuan usia 20–24 tahun sudah menikah atau hidup bersama sebelum usia 18 tahun.

Angka ini lebih tinggi di perdesaan yang mencapai 11,19 persen dibandingkan dengan perkotaan yang berada di angka 4,21 persen.

Dalam kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), target dari tujuan nomor lima adalah menghapus semua praktik berbahaya terhadap perempuan dan anak, termasuk pernikahan anak, pada tahun 2030.

"Wamen Isyana: SSK edukasi siswa hindari pernikahan dini", tambah Bonivasius, mengutip peran sekolah dalam pencegahan sejak dini.

Penulis :
Aditya Yohan