Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Wamenkes RI Soroti Lonjakan Masalah Kesehatan Mental Anak dan Remaja Akibat Teknologi Digital

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Wamenkes RI Soroti Lonjakan Masalah Kesehatan Mental Anak dan Remaja Akibat Teknologi Digital
Foto: (Sumber : Arsip Foto - Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono. (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym))

Pantau - Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. Dante Saksono Harbuwono, menyoroti meningkatnya masalah kesehatan mental pada anak dan remaja yang seiring dengan masifnya penggunaan teknologi digital di kalangan usia muda di Indonesia.

Tantangan Kesehatan Mental di Era Digital

Dalam forum Next Gen Health: Tech, Safety, Mental Health & Community for a Resilient Future yang digelar di kampus Universitas Indonesia pada Sabtu, Prof. Dante mengungkapkan bahwa angka percobaan bunuh diri mencapai sekitar 2 persen pada kelompok usia di atas 15 tahun yang mengalami depresi.

"Sebagian dari mereka juga mengalami psikosis, dan empat dari setiap 1.000 keluarga memiliki anggota dengan masalah kesehatan mental," ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa penggunaan teknologi digital sejak usia dini turut berkontribusi terhadap peningkatan gangguan kesehatan mental pada anak dan remaja.

Dari total 79,8 juta anak di Indonesia, sekitar 28,65 juta anak berusia 7 hingga 17 tahun tercatat menggunakan telepon seluler dan mengakses internet.

Prof. Dante menegaskan bahwa perubahan perilaku akibat gawai dan internet harus ditangani dengan pendekatan kesehatan masyarakat yang komprehensif.

"Pendekatan ini tidak bisa dilakukan secara langsung, kadang-kadang butuh transisi dan usaha yang cerdas," ujarnya.

Peran Keluarga, Komunitas, dan Teknologi dalam Penanganan

Sebagai bentuk intervensi, pemerintah telah menghadirkan layanan Healing 119.id yang memungkinkan masyarakat berkonsultasi masalah kesehatan mental secara gratis melalui WhatsApp atau telepon.

"Mereka yang biasanya tertutup untuk mengungkapkan masalah bisa merasa lebih aman. Di sini mereka boleh curhat secara gratis," katanya.

Namun, ia menekankan bahwa intervensi digital saja tidak cukup untuk membangun ketahanan mental anak dan remaja.

Menurutnya, peran keluarga sangat krusial sejak fase awal kehidupan anak, bahkan dimulai sejak konsepsi.

"Ini harus dimulai dari keluarga, dan bukan hanya dari anak-anak, tetapi sejak konsepsi. Kita mencoba membuat ibu dan bapak yang sehat, bahagia, dan siap menghadapi tantangan," tegasnya.

Selain itu, pemerintah juga memperkuat peran komunitas melalui Posyandu yang tersebar di 84.019 desa dan kelurahan, melibatkan lebih dari 1,48 juta kader kesehatan.

Posyandu berfungsi untuk edukasi kesehatan dasar, deteksi dini masalah kesehatan, serta pendampingan kesehatan mental bagi anak, remaja, ibu hamil, dan lansia.

Perspektif Regional: Timor-Leste dan Tantangan Serupa

Dalam sesi terpisah, Wakil Menteri Kesehatan Timor-Leste, Flavio Brandao Mendes den Araujo, menyatakan bahwa inovasi digital memang membantu pelayanan kesehatan, namun tetap berpotensi menimbulkan masalah mental.

Pemerintah Timor-Leste juga telah melakukan digitalisasi layanan kesehatan, termasuk penggunaan artificial intelligence untuk pemeriksaan mental.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa peran tenaga medis tetap tak tergantikan.

"Teknologi itu cerdas, tapi tidak bisa menggantikan dokter dan perawat. Masalah kesehatan mental harus dihadapi oleh manusia, bukan teknologi," tegasnya.

Penanganan masalah kesehatan mental, menurutnya, memerlukan dukungan dari keluarga, komunitas, tenaga profesional, dan pemanfaatan teknologi yang bijak serta bertanggung jawab.

Penulis :
Aditya Yohan