
Pantau.com - Pihak berwenang Singapura menahan seorang anak berusia 16 tahun karena berniat menyerang dua masjid di wilayahnya. Menurut pihak berwenang, rencana itu terinspirasi oleh pembunuhan jemaah Muslim di Christchurch, Selandia Baru pada Maret 2019.
Departemen Keamanan Dalam Negeri (ISD) Singapura mengungkapkan, anak laki-laki itu merupakan seorang Kristen etnis India. Ia diketahui telah membeli rompi taksis secara online serta bermaksud membeli parang pada saat penangkapannya di bulan Desember.
Dilansir Reuters, Kamis (28/1/2021), anak laki-laki itu telah melakukan pengintaian terhadap masjid-masjid di dekat rumahnya dan bermaksud untuk menyiarkan langsung serangannya. Bahkan, ia telah menyiapkan pernyataan yang merujuk pada penyerang Christchurch Brenton Tarrant, yang kini menjalani hukuman penjara seumur hidup usai membunuh 51 jemaah Muslim pada 15 Maret 2019.
Baca juga: Fakta Baru Brenton Tarrant: Mengintai Pakai Drone hingga Ingin Bakar Masjid
"Dia hanya bisa memprediksi dua hasil dari rencananya: bahwa dia ditangkap sebelum dia dapat melakukan serangan, atau dia melaksanakan rencananya dan kemudian dibunuh oleh Polisi," kata ISD Singapura. Lembaga itu juga menambahkan dia berencana untuk melakukan serangan pada peringatan pembunuhan Christchurch.
Bocah itu adalah orang termuda yang ditahan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri era kolonial Singapura, yang memungkinkan pihak berwenang untuk menahan siapa pun yang dianggap sebagai ancaman keamanan hingga dua tahun.
Baca juga: Brenton Tarrant Penembak Massal Selandia Baru Divonis Seumur Hidup
Dia juga orang pertama di Singapura dengan kejahatan rendah yang ditahan karena ideologi ekstremis sayap kanan, sementara ada sejumlah kasus yang melibatkan ekstremisme Islam termasuk seorang anak berusia 17 tahun yang ditangkap karena mendukung ISIS tahun lalu.
Belum jelas berapa lama remaja berusia 16 tahun itu akan ditahan. Menteri Dalam Negeri K. Shanmugam mengatakan, bahwa dia akan diberikan konseling psikologis dan akan dapat melanjutkan pendidikannya selama dalam penahanan tetapi tidak akan menghadapi tuntutan pidana.
“Bisa dikatakan di pengadilan, bahwa dia hanya memikirkannya. Dia sudah merencanakannya, tapi sebenarnya dia belum mengambil langkah. Jadi, di banyak negara, tanpa undang-undang serupa dengan UU Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Act), Anda tidak bisa bergerak lebih awal sampai ada tindakan persiapan lebih lanjut, " kata dia pada Rabu (27/1).
- Penulis :
- Noor Pratiwi