
Pantau - Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) selalu menyisakan polemik di tengah publik. Hal ini mendapatkan sorotan dari Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum).
Direktur Riset Puskapkum Indra L Nainggolan menilai, polemik yang selalu muncul ini dipicu oleh ketidaksinkroninan aspirasi yang muncul antara buruh, pengusaha, dan pemerintah.
“Polemik ini dapat dihindari dengan duduk bersama antara pemerintah, pengusaha dan buruh,” kata Indra di Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Ia membeberkan, ketentuan dalam PP No 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP No 36/2021 tentang Pengupahan menjadi dasar pengaturan pengupahan.
Aturan tersebut, kata Indra, turut mengacu pada UU No 6 Tahun 2023 tentang penetapan Perppu Cipta Kerja.
“Kita tahu teman-teman buruh salah satu kelompok yang kritis atas keberadaan UU Cipta Kerja,” cetus Indra.
Indra menyarankan, dalam merespons polemik UMP dapat diurai dengan melakukan perubahan aturan yang melibatkan sejumlah pihak yang dapat dijadikan acuan bersama dalam penetapan UMP.
“Regulasi yang memberi ruang yang sederajat kepada pelbagai pihak yakni buruh, pengusaha dan pemerintah dengan prinsip dasar musyawarah,” ungkapnya.
Terkait dua provinsi yang dinilai melanggar ketentuan UMP, Indra mendorong pemerintah pusat agar melakukan koreksi terhadap provinsi yang belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Provinsi yang dinilai melanggar ketentuan UMP agar dikoreksi oleh Pemerintah Pusat, karena memang memiliki ruang untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pemerintah provinsi,” tutupnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas