
Pantau.com - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan DKI Jakarta merupakan kawasan yang masuk ketentuan penyebaran COVID-19 yang sangat tinggi sehingga umat Islam di zona tersebut boleh tidak Jumatan dan menggantinya dengan salat zuhur.
Zainut mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang masa status tanggap darurat COVID-19, dari semula 23 Maret-5 April menjadi sampai 19 April 2020. Perpanjangan dilakukan melihat penyebaran virus SARS-CoV-2 di ibu kota yang meningkat tajam.
"Artinya untuk kawasan DKI Jakarta termasuk dalam ketentuan fatwa MUI jika di suatu kawasan penyebaran COVID-19 tinggi atau sangat tinggi, maka boleh tidak salat Jumat dan diganti dengan salat zuhur," kata dia, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/4/2020).
Baca juga: 127 Pasien Positif Korona Dirawat di RS Darurat Wisma Atlet
Dia menyebut Komisi Fatwa MUI mengeluarkan tiga kategori status salat Jumat di masa wabah COVID-19. Pertama, ketika di suatu kawasan tingkat penyebaran COVID-19 terkendali, maka umat Islam wajib melaksanakan salat Jumat.
Kedua, kata dia, jika di suatu kawasan penyebaran COVID-19 tidak terkendali bahkan mengancam jiwa, maka umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat dan menggantinya dengan salat zuhur.
Ketiga, lanjut dia, apabila di suatu kawasan yang potensi penyebarannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan oleh pihak yang berwenang, umat Islam boleh tidak menyelenggarakan salat Jumat dan menggantinya dengan salat zuhur.
Zainut mengatakan DKI Jakarta masuk dalam kriteria ketiga, yaitu daerah dengan ancaman tinggi dari COVID-19 dan ada penetapan pihak berwenang mengenai status penyebaran virus SARS-CoV-2.
Sementara itu, dia mengatakan Komisi Fatwa MUI menyatakan boleh hukumnya tidak salat Jumat tiga kali beruntun karena suatu daerah rawan wabah COVID-19 yang mudah menular dalam kerumunan.
Baca juga: Hadapi Pandemi Korona, BPIP Ungkap Pentingnya Gotong Royong dan Aksi Nyata
Meninggalkan Jumatan dan menggantinya dengan salat zuhur, kata dia, dilakukan ketika ada udzur seperti sakit, safar (perjalanan) atau udzur lainnya misalnya adanya ancaman bahaya terhadap keselamatan jiwa seperti wabah korona.
Waketum MUI mengatakan banyak perbedaan pendapat dalam memahami hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Thabrani dengan bunyi "Siapa yang mendengar azan Jumatan tiga kali, kemudian dia tidak menghadirinya maka dicatat sebagai orang munafik."
"Ancaman hadits tersebut berlaku bagi orang yang meninggalkan Jumatan tanpa udzur. Sedangkan orang yang memiliki udzur tidak melaksanakan salat Jumat... maka dia tidak masuk dalam kategori yang disebutkan dalam hadits tersebut," kata dia.
rn- Penulis :
- Adryan N