
Pantau.com - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih mengaku ditugaskan partainya untuk mengawal proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Hal tersebut terkait surat yang ditujukan kepada pengacaranya soal kronologis dirinya diminta untuk mengawal proyek tersebut sampai akhirnya menjadi tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Itu sebetulnya saya menceritakan soal kronologis dari awal saya ditugasi partai untuk mengawal PLTU Riau ini sampai saya ada di sini (KPK)," ungkap Eni di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Baca juga: Eni Saragih akan Kembalikan Semua Uang Suap, Kecuali yang Dipakai Munaslub Golkar
KPK memeriksa Eni dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham yang merupakan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar.
Eni menyatakan bahwa sebagai petugas partai dirinya diminta oleh atasan Partai Golkar untuk mengawal proyek itu.
"Ya karena saya petugas partai, atasan saya yang memberikan tugas kepada saya," tuturnya.
Namun, ia enggan membeberkan lebih lanjut siapa atasan yang dimaksudnya tersebut. "Atasan saya pada zamannya. Saya diberikan tugas karena saya petugas partai untuk mengawal," kata Eni.
Baca juga: Setnov Sebut Eni Saragih Punya Bukti Aliran Dana Suap PLTU Riau-1 ke Munaslub Golkar
Dalam kasus itu, Idrus diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan Johannes Budisutrisno Kotjo bila PPA (purchase power agreement) proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan Johannes dan kawan-kawan.
Idrus diduga bersama-sama dengan Eni yang diduga telah menerima hadiah atau janji dari Johannes, pemegang saham Blakgold Natural Resources Limited terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes, yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar, sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.
- Penulis :
- Sigit Rilo Pambudi