
Pantau.com - Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menyebutkan jika mekanisme pemilihan ketua umum secara aklamasi dilakukan pada Musyawarah Nasional (Munas) pada awal Desember 2019 nanti, maka Golkar tidak mencerminkan sebagai partai yang demokratis, dengan kata lain demokrasi di tubuh Golkar akan semakin suram.
"Golkar ini termasuk partai tertua di Indonesia, sudah matang dan melewati berbagai era perpolitikan di Indonesia, dari orde lama, orde baru hingga era reformasi saat ini. Mestinya lebih maju dan demokratis dari partai lain," kata Pangi di Jakarta, Kamis (15/11/2019).
Baca juga: Ada Pejabat Tinggi Negara yang Disebut 'Bermain' di Munas Golkar
Pangi mengatakan hal itu menanggapi wacana calon ketua umum Golkar dipilih secara aklamasi dan hanya ada calon tunggal pada Munas Golkar yang akan digelar di Jakarta.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini menilai, mestinya momen Munas seperti ini harus dijadikan momen untuk memunculkan kader dan tokoh terbaik Golkar untuk tampil dan menunjukkan kemampuan dan kapasitas mereka, bukan malah memunculkan calon tunggal dan mematikan yang lainnya.
"Kalau seperti ini gayanya, Golkar kembali ke era orde baru. Karena, hanya ingin mempertahankan status quo saja. Partai Golkar adalah partai milik publik tertua di Indonesia, bukan partai milik saham tertentu, bukan partai milik dinasti," papar Pangi.
Baca juga: Soal Kursi Ketum Golkar, Ical: Mending Musyawarah, Tenaga Bisa Disimpan
Dia menambahkan, Partai Golkar tidak akan melawan demokrasi, karena partai ini dari dulu penuh dinamika dan memberi ruang kontestasi kepada setiap kader, memberi ruang gerak pada siapapun untuk memimpin nahkoda partai tersebut.
Pangi pun menyarankan agar Munas Golkar membuka ruang pada kader lain yang secara kapasitas intelektual dan kepemimpinannya sudah mumpuni untuk tampil.
"Karena dengan seperti itu, Golkar akan kelihatan lebih demokratis dan terbuka dan tidak dikapling oleh satu orang atau kelompok tertentu saja yang ingin berkuasa," ujar Pangi.
rn- Penulis :
- Adryan N