
Pantau - Puluhan pria berseragam merah sibuk membawa barang bawaan di Dermaga 6 Pelabuhan Merak, Banten, Jumat dini hari.
Seorang porter bisa membawa hingga dua koper pemudik karena tidak ada batas berat barang di kapal.
Bagi mereka, koper-koper berat itu adalah sumber rezeki meskipun bebannya seperti bongkah besi.
Setiap koper yang mereka angkut dari terminal ke kapal berarti tambahan penghasilan.
Namun, pekerjaan mereka kini semakin sulit karena kehadiran troli gratis di dermaga.
Pekerjaan yang Tak Mengenal Mudik
Para porter jarang merasakan mudik karena harus terus bekerja.
Kampung halaman mereka berada di sekitar pelabuhan, sehingga setiap musim mudik mereka tetap bertugas.
Mereka selalu siaga kapan pun kapal bersandar, dengan mata awas mencari pemudik yang butuh jasa mereka.
Seorang porter bernama Thorir, 42 tahun, duduk tertegun dengan mata merah karena kurang tidur.
Thorir dan rekan-rekannya telah bekerja sejak Kamis pagi dan baru akan selesai pada Jumat pagi.
Beberapa porter mulai tidur berdiri, tetapi tetap menjaga barang bawaan mereka agar tidak hilang atau rusak.
Seorang porter bahkan bisa tidur sambil berdiri, menunjukkan pengalaman bertahun-tahun bekerja keras mengangkat beban.
Ancaman Troli Gratis
Suara troli besi tiba-tiba terdengar nyaring di dermaga, membuat para porter kehilangan harapan mendapatkan pelanggan.
Rombongan pemudik mendorong enam troli, jumlah yang hampir sama dengan porter yang sedang menunggu pekerjaan.
Mata para porter, termasuk Thorir, tampak lesu karena pekerjaan mereka direnggut oleh troli yang bisa dipakai gratis.
Thorir menghitung berapa uang yang bisa ia dapatkan jika salah satu troli itu berisi barang yang harus ia angkut.
Sejak troli diperkenalkan di Dermaga 6 pada 2024, porter semakin kehilangan pekerjaan.
Dulu, seorang porter bisa mendapat 10-15 kali angkutan dalam 24 jam kerja.
Kini, mendapatkan lima kali angkutan sehari pun sangat sulit.
Pada hari biasa, satu kali angkut dibayar Rp10.000-Rp20.000, sedangkan saat Lebaran bisa mencapai Rp30.000.
Para porter sering berhadapan dengan penumpang yang salah paham, mengira mereka memaksa menawarkan jasa.
Thorir adalah ayah tiga anak, dengan satu anaknya sudah meninggal, satu di pesantren, dan satu masih SD.
Jika sif kerjanya selesai atau sedang sepi, ia bekerja sebagai kuli proyek atau penjaga truk di Pelabuhan Merak.
Thorir tidak mendapatkan tunjangan hari raya, hanya sembako sebagai bentuk belas kasih dari pihak pelabuhan.
Ketika pintu Dermaga 6 terbuka, para porter langsung bergegas mencari pelanggan untuk mengangkut barang.
Mereka berusaha mendapatkan tempat terbaik di kapal agar mendapat tambahan upah dari pelanggan.
Setelah mengantar barang ke kapal, mereka kembali ke terminal pelabuhan untuk mencari pelanggan baru.
Mereka harus cepat, karena jika penumpang melihat troli, maka rezeki porter pun sirna.
- Penulis :
- Pantau Community