
Pantau - Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) harus memainkan peran sebagai katalis pertumbuhan investasi, bukan mendominasi pasar dan menghalangi peran swasta.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI yang berlangsung di Jakarta pada Kamis, 3 Juli 2025.
Sri Mulyani mengingatkan bahwa sebagai badan investasi milik negara (state-owned), Danantara berpotensi besar mendorong investasi jika mampu menarik partisipasi sektor swasta.
"Peranan Danantara akan sangat menentukan apakah investasi kita meningkat, karena Danantara itu state-owned. Kalau dominan tanpa bisa attract, maka yang terjadi crowding out," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa kondisi crowding out dapat terjadi jika investasi pemerintah yang besar justru mengurangi ruang bagi sektor swasta untuk berinvestasi.
"Kalau investasi Danantara mampu attract swasta maka Danantara bisa menjadi katalis. Jadi, ini adalah sesuatu yang perlu terus disampaikan. Kami telah berkomunikasi terus dengan tim Danantara," ia mengungkapkan.
Pertumbuhan Investasi Masih Lemah
Peringatan tersebut mencuat menyusul data pertumbuhan investasi yang masih rendah pada triwulan I tahun 2025, yaitu hanya 2,1 persen secara tahunan (year-on-year).
Padahal, ekonomi nasional tumbuh sebesar 4,87 persen (yoy) pada periode yang sama, menunjukkan ketimpangan yang perlu menjadi perhatian.
"Kalau kita ingin ekonomi tumbuh 5 persen, biasanya investasi juga harus tumbuh sekitar 5 persen, karena investasi menjelaskan 28 persen dari PDB kita," ujar Sri Mulyani.
Target Investasi Jangka Menengah Butuh Partisipasi Swasta
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menyebut Indonesia membutuhkan total investasi sebesar Rp8.297,8 triliun untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6,3 persen pada tahun 2026.
"Berdasarkan exercise yang dilakukan oleh Bappenas untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen pada tahun 2026, total investasi yang dibutuhkan diperkirakan sebesar Rp8.297,8 triliun," jelas Rachmat.
Dari total kebutuhan tersebut, porsi terbesar berasal dari investasi swasta sebesar Rp7.467,1 triliun atau 89,99 persen.
Sementara itu, investasi dari BUMN diharapkan sebesar Rp480,8 triliun (5,79 persen) dan dari pemerintah sebesar Rp349,91 triliun (4,22 persen).
Keterbatasan investasi pemerintah membuat peran BUMN dan sektor swasta menjadi sangat krusial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka menengah.
Rachmat juga menekankan pentingnya arah kebijakan yang mendukung iklim investasi yang kondusif dan fokus pada sektor-sektor bernilai tambah tinggi.
"Kami menekankan kembali pentingnya sinkronisasi perencanaan dan penganggaran serta keberpihakan kepada investasi produktif, terutama di sektor pertanian, energi, energi terbarukan, manufaktur, dan ekonomi digital," tegasnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti