
Pantau - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengancam akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen kepada negara-negara BRICS.
Sri Mulyani menegaskan bahwa Indonesia masih memantau perkembangan situasi global dan menunggu hasil dari pembicaraan dagang yang masih berlangsung dengan Pemerintah Amerika Serikat.
"Ya, kita akan terus mengikuti (perkembangan) saja, karena Indonesia masih dalam proses pembicaraan dengan Pemerintah Amerika Serikat," ungkapnya.
Saat menyampaikan pandangan dalam rapat bersama DPR, Sri Mulyani menyebut bahwa ketidakpastian ekonomi global, termasuk kebijakan tarif resiprokal dari Trump, menjadi salah satu faktor utama dalam penyusunan asumsi dasar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) untuk RAPBN 2026.
Ia menambahkan bahwa penyusunan RAPBN 2026 dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi domestik dan global.
"Kita sedang melihat, hari ini Bapak Presiden (Prabowo) berada di pertemuan BRICS dengan para pemimpin dunia, dan kemudian Presiden AS Donald Trump menyampaikan pernyataan bahwa kelompok BRICS dianggap tidak mendukung AS sehingga mengancam akan mengenakan tambahan tarif," ia mengungkapkan.
Ancaman Trump dan Ketegangan BRICS-AS
Pernyataan Trump disampaikan melalui platform Truth Social, di mana ia menuding negara-negara BRICS mendukung "kebijakan anti-Amerika" dan karenanya akan dikenakan tarif tambahan 10 persen tanpa pengecualian.
"Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini," tulis Trump dalam unggahannya.
Pernyataan itu muncul di tengah pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahunan BRICS yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil.
Dalam unggahan terpisah, Trump menyatakan bahwa surat pemberitahuan tarif atau kesepakatan dagang akan mulai dikirimkan pada Senin (7/7) pukul 12.00 waktu Washington atau sekitar pukul 23.00 WIB.
Trump juga mengkritik keras langkah BRICS untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional.
"Jika mereka tetap melakukannya, mereka akan dikenakan tarif 100 persen," ujar Trump.
Isu dedolarisasi oleh BRICS semakin menguat sejak AS menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia pasca-invasi ke Ukraina pada tahun 2022.
- Penulis :
- Shila Glorya