
Pantau - Menteri Perdagangan Republik Indonesia Budi Santoso menegaskan pentingnya reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang bersifat inklusif dan berorientasi pada semangat kebersamaan antarnegara anggota, Jumat, 10 Oktober 2025.
Dorongan Reformasi Multilateral di Tengah Krisis Global
Dalam Informal WTO Working Dinner yang digelar di Gqeberha, Afrika Selatan, pada Kamis (9/10/2025), Budi menyampaikan bahwa sistem perdagangan multilateral kini menghadapi tantangan besar dan membutuhkan reformasi yang inklusif serta kolaboratif.
"Krisis global saat ini telah mengikis kepercayaan terhadap peran WTO. Banyak pihak menilai bahwa lembaga ini sudah tidak relevan, padahal masalah utamanya justru terletak pada perbedaan itu, diperlukan reformasi WTO yang bersifat inklusif dan berorientasi semangat kebersamaan antarnegara anggota," ujar Budi.
Ia menegaskan bahwa reformasi WTO harus dimaknai secara luas, tidak hanya memperbaiki kelembagaan tetapi juga memperbarui aturan dan proses negosiasi agar lebih adaptif terhadap dinamika global.
Budi menyoroti pentingnya menjaga prinsip pengambilan keputusan berbasis konsensus, sembari mencari solusi untuk menghindari kebuntuan prosedural yang kerap memperlambat proses pengambilan keputusan.
Untuk itu, Budi mengusulkan agar setiap negara mencatat secara terbuka kepentingan nasional yang menjadi dasar penolakan suatu konsensus, guna mencegah tindakan penghalangan yang bersifat taktis atau tidak substantif.
Sistem Penyelesaian Sengketa dan Pilar WTO
Terkait mekanisme penyelesaian sengketa, Budi mengungkapkan bahwa jumlah kasus formal yang diajukan ke WTO meningkat dibanding tahun sebelumnya, menandakan bahwa sistem perdagangan multilateral masih berfungsi meskipun dalam kondisi sulit.
"Oleh karena itu, reformasi sistem penyelesaian sengketa perlu segera dituntaskan agar dapat diterima seluruh anggota," tambahnya.
Budi menjelaskan bahwa WTO berdiri di atas tiga pilar utama, yakni pemantauan (monitoring), penyelesaian sengketa (dispute settlement), dan negosiasi.
Dari ketiga pilar tersebut, fungsi pemantauan dinilai berjalan baik, sementara penyelesaian sengketa dan negosiasi masih menghadapi tantangan politik yang berat.
Budi menegaskan bahwa reformasi WTO harus dilakukan secara bertahap dan berbasis kesadaran kolektif negara anggota, bukan dengan menyalahkan institusi WTO semata.
"WTO adalah organisasi yang digerakkan oleh anggota. Untuk itu, tanggung jawab keberhasilan atau kegagalannya ada di tangan kita sendiri," katanya.
Komitmen Indonesia terhadap Perdagangan Inklusif
Pernyataan Budi sejalan dengan sikap Indonesia yang konsisten mendorong perdagangan global yang lebih inklusif dan adil, termasuk dalam forum G20 dan kerja sama regional lainnya.
Melalui reformasi WTO yang terbuka dan berorientasi anggota, Indonesia berharap tercipta sistem perdagangan internasional yang transparan, dapat diprediksi, dan memberi manfaat bagi seluruh negara, khususnya negara berkembang.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti