
Pantau - Majelis Prefektur Okinawa secara resmi mendesak pemerintah Jepang untuk mengambil langkah konkret dan efektif dalam mencegah kekerasan seksual yang dilakukan oleh personel militer Amerika Serikat (AS) yang bermarkas di wilayah tersebut.
Desakan ini muncul setelah kasus penculikan dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur oleh seorang tentara AS pada Desember 2023, yang memicu kecaman luas dan janji dari Jepang dan AS untuk memperketat pengawasan.
Namun, menurut opini resmi majelis, kekerasan seksual dan tindakan kriminal lainnya oleh personel militer AS terus berlanjut dan bahkan meningkat di tahun 2025.
Kasus Kriminal Militer AS di Okinawa Tertinggi dalam 20 Tahun
Majelis menyoroti bahwa jumlah kasus kriminal yang melibatkan militer AS di Okinawa pada 2025 mencapai angka tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Data dari NHK menyebutkan terdapat 77 kasus kriminal yang dilakukan oleh tentara AS, pegawai sipil, dan keluarga mereka selama Januari hingga September 2025, melampaui 73 kasus pada tahun sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, 16 kasus tergolong sebagai kejahatan kekerasan, menjadikannya proporsi tertinggi di antara jenis pelanggaran lain.
Laporan Kyodo News juga menunjukkan bahwa berbagai insiden kekerasan seksual oleh tentara AS telah terjadi sejak Juni 2024, yang mendorong majelis untuk mengeluarkan sejumlah resolusi mengecam tindakan militer AS di Okinawa.
Tuntutan Revisi Perjanjian Status Pasukan Jepang-AS
Majelis Prefektur Okinawa meragukan efektivitas reformasi disiplin dan langkah pencegahan yang telah dijanjikan oleh militer AS dan pemerintah Jepang setelah insiden Desember 2023.
Sebagai respons, mereka mendesak dilakukannya revisi mendasar terhadap Status of Forces Agreement (SOFA) antara Jepang dan Amerika Serikat agar kasus kekerasan serupa dapat dicegah secara sistemik.
Mereka menilai perlindungan terhadap warga sipil di Okinawa hanya bisa diwujudkan melalui kebijakan tegas dan perlindungan hukum yang lebih kuat terhadap tindakan pelanggaran oleh personel militer asing.
- Penulis :
- Gerry Eka








