
Pantau - Komnas Perempuan mengingatkan pentingnya pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan sensitivitas gender buntut hakim ketua Cokorda Gede Arthana melontarkan 'suara seperti perempuan' ke tim pengacara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang didakwa dalam kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
"Komnas Perempuan mengingatkan pentingnya pendidikan HAM dan sensitivitas gender bagi hakim dan penegak hukum lainnya sebagai respon pada insiden pernyataan hakim bahwa suara kuasa hukum 'suaranya seperti perempuan' ketika suaranya kurang jelas dalam sidang kasus Haris-Fatia yang digelar kemarin," ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada Pantau.com, Jumat (9/6/2023).
Dia menyatakan, apa yang dilontarkan hakim ketua Cokorda itu bisa dimaknai sebagai ucapan diskriminatif berbasi gender terhadap perempuan.
"Masyarakat mengkonstruksi secara dikotomi karakter perempuan dan laki-laki dengan menempatkan perempuan lebih subordinat. Dalam hal ini, suara lirih direkatkan dengan perempuan yang dikonstruksikan sebagai pihak yang lemah. Sementara laki-laki ditempatkan sebagai pihak yang kuat dan perkasa, yang ditandai dengan suara yang lantang," lanjutnya.
Dia menuturkan, dengan konstruksi serupa bahwa penggunaan frasa 'suaranya seperti perempuan' yang dilontarkan hakim ketua Cokorda untuk menyatakan ketidakjelasan suara pengacara Haris dan Fatia yang berjenis kelamin laki-laki menjadi bersifat diskriminatif.
"Pernyataan ini melabelkan ketidakjelasan seolah identik dengan perempuan. Juga, menjadikan 'perempuan' sebagai istilah untuk menyatakan kondisi yang berkesan merendahkan kuasa hukum sebagai pihak yang 'kurang berdaya'," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, geger pernyataan hakim ketua Cokorda Gede Arthana menyinggung pengacara terdakwa Haris Azhar saat sidang kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Kamis (8/6/2023).
Di sela-sela sidang tersebut, pengacara Haris melontarkan pertanyaan kepada Luhut duduk sebagai saksi pelapor. Namun, hakim ketua Cokorda merasa tak mendengar apa yang disampaikan pengacara Haris meskipun sudah menggunakan microphone.
“Ya makanya, saudara yang jelas, pertanyaannya yang jelas. Saudara ini pakai mic,” kata hakim ketua Cokorda saat sidang berlangsung kemarin.
“Ini saudara suaranya kan seperti perempuan, gitu lho. Tolong keras sedikit lah. Ganti, ganti,” sambungnya.
Sontak perkataan hakim ketua Cokorda dalam sidang itu memantik protes dari para pengacara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Para pengacara tersebut keberatan atas pernyataan hakim ketua Cokorda tersebut.
“Saya keberatan bila majelis mengatakan demikian (suara kayak perempuan). Mohon dicabut, tidak mengatakan suara seperti perempuan,” tegas para pengacara saling bersahutan.
“Dicabut majelis. Ada perempuan di sini. Ibu kita semua perempuan,” sambung pengacara lainnya.
Pernyataan hakim ketua Cokorda juga membuat Haris Azhar bangun dari duduknya hingga menunjuk-nunjuk majelis hakim.
“Jangan gunakan perempuan untuk menggambarkan sesuatu yang lemah,” tegas Haris.
“Yang Mulia, bila Yang Mulia tidak mencabut pernyataan, bisa direkam. Mohon dicatat bahwa ini adalah dugaan pelanggaran etik dan disiplin. Terima kasih,” ujar salah satu pengacara Haris Azhar.
Sederet protes tersebut tak lantas membuat hakim ketua Cokorda langsung meminta maaf. Dia pun berkilah mengaku tak menyudutkan sosok perempuan yang dimaksudnya.
“Sebentar, saya tidak mengatakan saudara (Haris Azhar) ini perempuan. Suaranya kayak perempuan. Itu salah? Terlalu lirih. Yang jelas (suaranya), ini didengar, begitu lho,” kata hakim ketua Cokorda.
"Komnas Perempuan mengingatkan pentingnya pendidikan HAM dan sensitivitas gender bagi hakim dan penegak hukum lainnya sebagai respon pada insiden pernyataan hakim bahwa suara kuasa hukum 'suaranya seperti perempuan' ketika suaranya kurang jelas dalam sidang kasus Haris-Fatia yang digelar kemarin," ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada Pantau.com, Jumat (9/6/2023).
Dia menyatakan, apa yang dilontarkan hakim ketua Cokorda itu bisa dimaknai sebagai ucapan diskriminatif berbasi gender terhadap perempuan.
"Masyarakat mengkonstruksi secara dikotomi karakter perempuan dan laki-laki dengan menempatkan perempuan lebih subordinat. Dalam hal ini, suara lirih direkatkan dengan perempuan yang dikonstruksikan sebagai pihak yang lemah. Sementara laki-laki ditempatkan sebagai pihak yang kuat dan perkasa, yang ditandai dengan suara yang lantang," lanjutnya.
Dia menuturkan, dengan konstruksi serupa bahwa penggunaan frasa 'suaranya seperti perempuan' yang dilontarkan hakim ketua Cokorda untuk menyatakan ketidakjelasan suara pengacara Haris dan Fatia yang berjenis kelamin laki-laki menjadi bersifat diskriminatif.
"Pernyataan ini melabelkan ketidakjelasan seolah identik dengan perempuan. Juga, menjadikan 'perempuan' sebagai istilah untuk menyatakan kondisi yang berkesan merendahkan kuasa hukum sebagai pihak yang 'kurang berdaya'," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, geger pernyataan hakim ketua Cokorda Gede Arthana menyinggung pengacara terdakwa Haris Azhar saat sidang kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Kamis (8/6/2023).
Di sela-sela sidang tersebut, pengacara Haris melontarkan pertanyaan kepada Luhut duduk sebagai saksi pelapor. Namun, hakim ketua Cokorda merasa tak mendengar apa yang disampaikan pengacara Haris meskipun sudah menggunakan microphone.
“Ya makanya, saudara yang jelas, pertanyaannya yang jelas. Saudara ini pakai mic,” kata hakim ketua Cokorda saat sidang berlangsung kemarin.
“Ini saudara suaranya kan seperti perempuan, gitu lho. Tolong keras sedikit lah. Ganti, ganti,” sambungnya.
Sontak perkataan hakim ketua Cokorda dalam sidang itu memantik protes dari para pengacara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Para pengacara tersebut keberatan atas pernyataan hakim ketua Cokorda tersebut.
“Saya keberatan bila majelis mengatakan demikian (suara kayak perempuan). Mohon dicabut, tidak mengatakan suara seperti perempuan,” tegas para pengacara saling bersahutan.
“Dicabut majelis. Ada perempuan di sini. Ibu kita semua perempuan,” sambung pengacara lainnya.
Pernyataan hakim ketua Cokorda juga membuat Haris Azhar bangun dari duduknya hingga menunjuk-nunjuk majelis hakim.
“Jangan gunakan perempuan untuk menggambarkan sesuatu yang lemah,” tegas Haris.
“Yang Mulia, bila Yang Mulia tidak mencabut pernyataan, bisa direkam. Mohon dicatat bahwa ini adalah dugaan pelanggaran etik dan disiplin. Terima kasih,” ujar salah satu pengacara Haris Azhar.
Sederet protes tersebut tak lantas membuat hakim ketua Cokorda langsung meminta maaf. Dia pun berkilah mengaku tak menyudutkan sosok perempuan yang dimaksudnya.
“Sebentar, saya tidak mengatakan saudara (Haris Azhar) ini perempuan. Suaranya kayak perempuan. Itu salah? Terlalu lirih. Yang jelas (suaranya), ini didengar, begitu lho,” kata hakim ketua Cokorda.
#perempuan#Komnas Perempuan#Haris Azhar#PN Jaktim#Fatia Maulidiyanti#kasus pencemaran nama baik#Cokorda Gede Arthana#Andy Yentriyani
- Penulis :
- khaliedmalvino
# In Article