Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Kejagung RI Didesak Tindak Perusahaan Sawit Nakal di Kalteng

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Kejagung RI Didesak Tindak Perusahaan Sawit Nakal di Kalteng
Foto: Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. (Dok. Ist)

Pantau - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI didesak untuk menindak PT BSP, perusahaan kelapa sawit yang diduga melakukan perambahan serta perusakan kawasan hutan di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Baca juga: Kemendag ‘Spill’ Alasan Penurunan Harga CPO di Januari 2025

Kuasa hukum Kelompok Tani Sumber Rezeki, Anekaria Safari, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Nusantara, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat kepada Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin.

"Berdasarkan pengaduan klien kami, PT BSP diduga menguasai lahan seluas 655,95 hektare dalam kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit," ujar Safari, Jumat (14/2/2025).

Dalam surat tersebut, turut dilampirkan berbagai bukti pendukung, serta ditembuskan kepada Presiden Prabowo Subianto.

Berdasarkan analisis koordinat, lokasi lahan Kelompok Tani Sumber Rezeki di Desa Cempaka Mulia Timur seluas 655,95 hektare diketahui berada di luar izin usaha perkebunan PT BSP dan termasuk dalam kawasan hutan produksi.

"Kami menduga ada perambahan hutan seluas 4.428 hektare yang dilakukan PT BSP tanpa izin," tegas Safari.

Selain itu, legalitas PT BSP terkait Izin Lokasi (ILOK), Izin Usaha Perkebunan (IUP), Pelepasan Kawasan Hutan (PKH), serta Hak Guna Usaha (HGU) juga diduga bermasalah.

Akibat dugaan perambahan ini, masyarakat adat setempat mengalami kerugian besar akibat kehilangan lahan yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.

Baca juga: 537 Perusahaan Kelapa Sawit Beroperasi Tanpa HGU, Menteri Nusron Sampaikan akan Ada Sanksi

"Klien kami kehilangan mata pencarian, sementara hutan leluhur yang subur berubah menjadi perkebunan kelapa sawit," ungkapnya.

Safari menegaskan bahwa tindakan PT BSP telah melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Dalam Pasal 110A, perkebunan sawit yang berada dalam kawasan hutan sebelum undang-undang ini berlaku, wajib menyelesaikan perizinan paling lambat 2 November 2023.

Jika tidak, perusahaan akan dikenai sanksi administratif berupa denda atau pencabutan izin usaha.

Sementara dalam Pasal 110B, perkebunan yang beroperasi dalam kawasan hutan tanpa izin sebelum 2 November 2020 akan dikenai sanksi penghentian sementara, denda, atau paksaan pemerintah.

"Segala perbuatan PT BSP telah memenuhi unsur pelanggaran hukum, termasuk tindak pidana lainnya," pungkas Safari.

Saat ini, Kejagung RI diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menindak dugaan pelanggaran ini demi menjaga kelestarian lingkungan dan hak masyarakat adat.

Penulis :
Khalied Malvino

Terpopuler