
Pantau - Partai oposisi utama, Partai Demokrat Korea Selatan berencana mengajukan usulan pemakzulan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol pada Kamis (5/12/2024) di DPR Korea Selatan, menurut laporan media setempat.
Mengutip Al Jazeera, Rabu (4/12/2024), Partai Demokrat sebelumnya telah mengumumkan mereka akan memulai proses pemakzulan jika Yoon tidak segera mengundurkan diri setelah mengadakan pertemuan darurat dengan para legislator.
Menurut konstitusi Korea Selatan, pemakzulan memerlukan mayoritas dua pertiga di Majelis Nasional yang beranggotakan 300 orang.
Saat ini, Partai Demokrat menguasai 170 kursi di DPR, artinya mereka membutuhkan dukungan dari beberapa anggota Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party) milik Yoon untuk mencopot jabatan kepresidenannya.
Di Seoul, Eunice Kim dari Al Jazeera melaporkan, Partai Demokrat membutuhkan dukungan setidaknya dari sebagian anggota Partai Kekuatan Rakyat untuk berhasil memakzulkan presiden.
Partai Demokrat dan beberapa partai oposisi kecil lainnya memiliki gabungan 192 kursi di Majelis Nasional yang beranggotakan 300 orang—-hanya kurang dari ambang batas dua pertiga yang diperlukan untuk memakzulkan Yoon.
"Parlemen dikuasai mayoritas oleh Partai Demokrat, namun mereka membutuhkan setidaknya sembilan anggota dari partai presiden untuk memperoleh 200 suara dukungan," ujar Kim.
"Itulah hal yang kemungkinan sedang dievaluasi oleh oposisi untuk melihat apakah mereka memiliki dukungan untuk melanjutkan usulan pemakzulan tersebut," sambungnya.
Jika Majelis Nasional memilih untuk memakzulkan Yoon, ia akan dicopot sementara dari wewenang kepresidenannya hingga Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan mempertimbangkan nasibnya.
Jika 6 dari 9 hakim MK Korea Selatan memutuskan untuk mendukung pemakzulan, Yoon akan diberhentikan dari jabatannya. Sementara itu, oposisi terhadap Yoon juga berkembang di luar lingkaran politik.
Konfederasi Serikat Pekerja Korea, serikat pekerja terbesar di negara itu dengan 1,2 juta anggota, telah menyerukan pemogokan umum hingga Yoon mundur.
"Ini adalah salah satu reaksi terorganisir yang pertama kali kita lihat dari kelompok-kelompok warga tertentu," tutur Kim.
"Mereka dianggap sangat radikal oleh beberapa pihak di kalangan konservatif. Tentu saja, mereka merasa diserang secara pribadi ketika presiden dalam pidatonya semalam menyebutkan darurat militer dan menyebutkan kekuatan pro-Korea Utara yang mengancam demokrasi liberal Korea Selatan," tambahnya.
Baca juga:
- Penulis :
- Khalied Malvino