Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Dokter: Produsen Minuman Berpemanis Harus Tulis Dampak Buruk Gula, Seperti Rokok

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Dokter: Produsen Minuman Berpemanis Harus Tulis Dampak Buruk Gula, Seperti Rokok
Foto: Ilustrasi minuman kemasan. (Freepik)

Pantau - Minuman berpemanis memang menjadi favorit banyak orang, termasuk masyarakat Indonesia. Karena harganya yang murah serta varian produk yang beragam membuat minuman berpemanis sebagai minuman yang kerap jadi pilihan masyarakat.

Namun, minuman kemasan berpemanis dengan kadar gula yang tinggi tentunya memiliki dampak buruk bagi kesehatan. Karena, pada dasarnya tubuh manusia tidak dirancang untuk mengolah gula-gula yang berlebih.

Mengutip Dari laman resmi Kemenkeu, data Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukkan bahwa di Indonesia, konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan naik 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir (1996-2014). 

Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dirilis Kementerian Kesehatan pada 2018 juga menyebutkan sebanyak 61,27 persen masyarakat Indonesia berusia tiga tahun ke atas mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali per hari. 

Oleh karena itu, Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Aman Bhakti Pulungan menyebutkan bahwa produsen minuman berpemanis seharusnya mencantumkan dampak buruk gula, seperti halnya pada kamasan rokok.

Baca juga: Nasi Putih Berisiko Diabetes? Begini Kata Sebuah Studi

"Tidak boleh mengandung gula terlalu banyak, dan setiap minuman harus ada dampak buruk gula sama seperti rokok. Produsen minuman harus berani katakan gula memiliki efek apa saja," kata Aman, dikutip dari ANTARA.

Selain itu, ia juga mendukung penerapan cukai pada minuman manis sebagai salah satu langkah mencegah terjadinya kasus diabetes terutama pada anak.

"Ini cukai harus ya, industri sekarang ini harus jujur, dalam arti memastikan kandungan gula. Walaupun jus yang katanya tanpa gula, ternyata ini juga ada kandungannya," ujarnya.

Aman berpendapat bahwa saat ini makanan sehat sulit ditemukan di lingkungan sekolah. Padahal, kehidupan anak sekitar 30 hingga 50 persen berada di sekolah.

"Apalagi kalau full day, dan tidak ada snack sehat di sekolah, sulit untuk mendapatkan makanan sehat. Sementara di negara lain, buah-buahan ada di sekolah," ujarnya.

Diketahui bahwa Kemenkes telah membuat rekomendasi kadar maksimum gula, garam, dan minyak yang boleh dikonsumsi oleh seseorang setiap harinya sebagai sebuah panduan untuk diikuti.

"Gula maksimum empat sendok makan (50 gram) per hari, garam satu sendok teh (5 gram) per hari, minyak lima sendok makan (67 gram) per hari. Harapan kita kalau masyarakat penuhi anjuran, tentu ke depan tidak ada lagi prevalensi diabetes," tutur Esti Widiastuti selaku Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus Dan Gangguan Metabolik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Penulis :
Latisha Asharani