Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Interview Wasekjen IDI, Menguak Alasan Ani Yudhoyono Pilih Berobat di Singapura

Oleh Gilang
SHARE   :

Interview Wasekjen IDI, Menguak Alasan Ani Yudhoyono Pilih Berobat di Singapura

Pantau.com - Beberapa waktu lalu istri dari Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ani Yudhoyono divonis menderita kanker darah (leukimia) dan langsung menjalani pengobatan intensif di Singapura.

Baca juga: Interview Maudy Ayunda, Berani Korbankan Popularitas Demi Pendidikan?

Banyak yang penasaran seberapa parah kanker yang di derita mantan Ibu Negara itu, hingga harus menjalani perawatan ke negeri tetangga? Apakah SDM dokter di Indonesia tidak mampu mengobatinya?

Untuk itu Pantau.com secara eksklusif mewawancarai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Se Dr. Fery Rahman, MKM ditemui di Kawasan FX Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Februari 2019. Bagaimana IDI melihat banyak masyarakat Indonesia yang memilih berobat diluar negeri, khususnya terkait dengan penyakit-penyakit mematikan? Simak bincang-bincang sebagai berikut : 

Bagaimana IDI melihat banyak masyarakat yang memilih berobat di luar negeri dibanding Indonesia?

"Ikatan Dokter Indonesia dengan Kementerian Kesehatan memiliki sebuah program yaitu medical tourism, yaitu banyak warga-warga kita dia berobat keluar negeri itu salah satunya punya tujuan sekaligus wisata dan lain-lain."

"Mungkin ke depan Indonesia memiliki spot-spot medical tourism katakan di Bali, rumah sakit, sehingga nanti tidak usah warga kita yang berobat ke luar negeri, namun warga-warga dari luar juga berobat kesini. Nah, kita akan kembangkan disitu."

Sebenarnya kompetensi dan kemampuan SDM dokter di Indonesia sudah mumpuni belum sih dok?

"Kalau kompetensi itu sangat mampu, kenapa?, Negara luar saja terutama yang dari Asean itu belajar dari fakultas kedokteran, belajar S1-nya saja di Indonesia. Jangan salah, di kampus-kampus kita di Padjajaran di tempat-tempat lain di kampus-kampus negeri itu malah dari Malaysia dari negeri Jiran belajar dari sini semua." 

"Dia (Malaysia) mengirim bukan satu doa orang tapi puluhan. Jadi, karena di luar negeri kan fakultas kedokteran sangat minim, masyarakatnya bertambah. Maka, paling enak dikirim ke sini belajar disini, habis itu dia kembali ke negara asalnya."

Dilihat dari sisi teknologi dan peralatan di Indonesia sudah cukup belum untuk pengobatan?

"Ya ini memang auto kritik buat kita. Jadi, teknologi juga harus ditingkatkan, obat-obatan juga harus mereka mempunyai alat yang memadai. Kita tau saat ini, kalau berita-berita di dunia negara defisit obat-obatan dan lain-lain, karena memang mahal. Tapi mudah-mudahan ke depan, dialokasikan 20 persen untuk kesehatan itu benar-benar ada, real."

Berarti benar teknologi dan peralatan untuk berobat masih belum memadai?

"Ya masih kurang. Dikatakan begini, di satu daerah perlu CT Scan, tapi di daerah tersebut tidak ada CT Scan-nya. Ya, enggak usah jauh-jauh lah di sekitar Jakarta mungkin tidak banyak rumah sakit yang mempunyai CT Scan, kan mahal alat-alat seperti itu." 

"Sehingga pakai alat-alat yang sekedarnya saja. Kedepan, pemerintah mungkin bisa mengalokasikan lebih."

Terkait kanker khususnya, masyarakat Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri daripada di dalam negeri? Bagaimana menurut dokter?

"Saat ini, menurut sebuah penelitian di BPJS dan lain-lain, negara jebol ini karena penyakit katastropik, itu penyakit tidak menular. Penyakit yang lebih banyak karena lifestyle dan gaya hidup, dan lain-lain." 

"Kanker, stroke dan lain-lain. Padahal jika bisa diatasi lebih awal, mawas diri dengan pola hidup yang bagus, maka Insya Allah tidak akan ada penyakit ini. Penyakit jantung pasang ring dan lain-lain." 

"Jadi penyakit kanker saat ini sudah sangat  dominan, kalau kita ke RSCM penyakitnya malah penyakit katastropik, penyakit tidak menular semua yang sebenarnya bisa dideteksi bisa diatasi dari awal."

Tapi SDM dokter dan teknologi untuk penyakit kanker di Indonesia bagaimana?

"Kalau tenaga kita sudah cukup banyak, kalau semisalnya, teknologi mungkin perlu perbaikan sana-sini, kita masih perlu lah di Rumah Sakit Kanker Darmais juga mungkin pasiennya sudah menumpuk dan tidak bisa langsung di tangani secara baik."

Kalau kanker darah yang dialami Ibu Ani Yudhoyono gimana, beliau juga memilih berobat di Singapura dibanding Indonesia?

"Kanker darah itu nama lainnya Leukemia, itu juga banyak macamnya. Dalam pandangan saya Ibu Ani bukan tidak bisa di Indonesia ditangani, bisa. Namun, sekarang ini negara kita sedang menghadapi pesta demokrasi, jadi mungkin Bu Ani tidak ingin diganggu privasinya dan lain-lain. Nanti malah semacam kaya wisata, banyak orang bertamu semua. Jadi kita menyambut hal positif aja." 

"Di Indonesia sangat bisa kalau cuma menangani leukimia, kita punya profesor leukimia yang sangat handal." 

Apa saja yang bisa jadi penyebab kanker darah  dok?

"Kalau Bu Ani sendiri kan, tidak ada keturunan sudah disampaikan. Leukimia yang dialami oleh Bu Ani juga bisa didapat oleh orang awam. Katakanlah masyarakat yang sering terpapar zat kimia. Katakan cat dan lain, itu benda asing, zat asing yang akan penuh radikal bebas dan lain-lain itu yang merusak."

"Jadi tidak serta merta keturunan didapat juga bisa."

IDI sendiri pernah coba berkomunikasi dengan dokter di Singapura?

"Oh IDI tidak pada batas itu, kalau Bu Ani karena keluarga ke presiden, jadi tentu ada data kepresidenan yang menangani dan mengawasi."

Seberapa parah kanker yang dialami Bu Ani?

"Sayang kurang tau, tapi kanker darah ada beberapa tingkatan. Semua kanker memang bahaya. Tapi ada yang sangat ganas sekali, kalau nggak salah namanya Limfoma atau Myeloma. Itu sangat cepat penyebarannya."

Baca juga: Setelah Beri Hadiah, Ini Janji Jokowi Kepada Shakira Putri Denada Jika Sehat

Harapan IDI untuk Bu Ani?

"Yang jelas ini enggak ada kaitan dengan gaya hidup. Ya mudah-mudahan Bu Ani cepat sembuh dan Bu Ani cepat dapat kembali ke Indonesia beraktivitas sedia kala lagi, kita rindu pada Bu Ani."

Penulis :
Gilang