
Pantau - Direktur Imparsial, Gufron Mabruri menyoroti Revisi UU TNI yang muncul belakangan ini. Menurutnya, hal tersebut akan mengancam kemunduran demokrasi dan bisa menggagalkan reformasi.
Ia mencontohkan, salah satu poin dalam draf Revisi UU TNI ingin menghapus kewenangan Presiden untuk mengerahkan kekuatan TNI.
"Hal ini berbahaya karena berpotensi TNI bisa jalan sendiri tanpa adanya kendali sipil yang memadai," ujar Gufron dalam diskusi publik di kawasan Tebet, Jakarta, Minggu (21/5/2023).
Gufron menyampaikan, dalam draf tersebut, pengolahan anggaran TNI oleh Kementrian Pertahanan akan dihapus. Menurutnya, hal tersebut berbahaya karena TNI akan disibukkan dengan hal administratif dan teknis.
Baca Juga: Prabowo Nilai UU TNI Masih Relevan, Tak Perlu Revisi
"Selain itu, juga terdapat isu terkait reformasi peradilan militer dalam draf Revisi UU TNI yang akan dihapus, militer akan sepenuhnya diadili melalui peradilan sipil karena melakukan pelanggaran tindak pidana umum," ungkap dia.
Hal ini, lanjutnya, justru akan bertentangan dengan semangat reformasi yang membubarkan ABRI dan memisahkan institusi TNI dan Polri.
"Jika beberapa hal ini diadopsi melalui Revisi UU TNI maka tentu akan mengancam demokrasi Indonesia di masa yang akan datang," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan, peringatan 25 Tahun Reformasi saat ini masih diwarnai dengan banyaknya kemunduran demokrasi berupa penyempitan partisipasi publik.
Baca Juga: Wapres Ma’ruf Amin Minta Revisi UU TNI Tidak Cederai Semangat Reformasi
Ia menambahkan, kemunduran ini didukung juga dengan wacana Revisi UU TNI yang dianggap akan mengembalikan peranan militer seperti era Orde Baru.
"Rezim Soeharto kuat karena ditopang oleh politik militer. 32 tahun politik Orde baru berkuasa Indonesia berada dalam kegelapan, tidak ada kebebasan yang ada hanya kekerasan," beber Al Araf.
Menurut Al Araf, jika fungsi militer ditambah melalui revisi UU TNI ini untuk menjaga keamanan maka sama saja mengembalikan fungsinya seperti zaman Orde Baru.
"Presiden dan DPR harus menyatakan sikap, stop revisi UU TNI. Lebih baik Presiden dan DPR fokus untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit," pungkasnya.
Ia mencontohkan, salah satu poin dalam draf Revisi UU TNI ingin menghapus kewenangan Presiden untuk mengerahkan kekuatan TNI.
"Hal ini berbahaya karena berpotensi TNI bisa jalan sendiri tanpa adanya kendali sipil yang memadai," ujar Gufron dalam diskusi publik di kawasan Tebet, Jakarta, Minggu (21/5/2023).
Gufron menyampaikan, dalam draf tersebut, pengolahan anggaran TNI oleh Kementrian Pertahanan akan dihapus. Menurutnya, hal tersebut berbahaya karena TNI akan disibukkan dengan hal administratif dan teknis.
Baca Juga: Prabowo Nilai UU TNI Masih Relevan, Tak Perlu Revisi
"Selain itu, juga terdapat isu terkait reformasi peradilan militer dalam draf Revisi UU TNI yang akan dihapus, militer akan sepenuhnya diadili melalui peradilan sipil karena melakukan pelanggaran tindak pidana umum," ungkap dia.
Hal ini, lanjutnya, justru akan bertentangan dengan semangat reformasi yang membubarkan ABRI dan memisahkan institusi TNI dan Polri.
"Jika beberapa hal ini diadopsi melalui Revisi UU TNI maka tentu akan mengancam demokrasi Indonesia di masa yang akan datang," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan, peringatan 25 Tahun Reformasi saat ini masih diwarnai dengan banyaknya kemunduran demokrasi berupa penyempitan partisipasi publik.
Baca Juga: Wapres Ma’ruf Amin Minta Revisi UU TNI Tidak Cederai Semangat Reformasi
Ia menambahkan, kemunduran ini didukung juga dengan wacana Revisi UU TNI yang dianggap akan mengembalikan peranan militer seperti era Orde Baru.
"Rezim Soeharto kuat karena ditopang oleh politik militer. 32 tahun politik Orde baru berkuasa Indonesia berada dalam kegelapan, tidak ada kebebasan yang ada hanya kekerasan," beber Al Araf.
Menurut Al Araf, jika fungsi militer ditambah melalui revisi UU TNI ini untuk menjaga keamanan maka sama saja mengembalikan fungsinya seperti zaman Orde Baru.
"Presiden dan DPR harus menyatakan sikap, stop revisi UU TNI. Lebih baik Presiden dan DPR fokus untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas