billboard mobile
HOME  ⁄  Nasional

MA Tegaskan Tidak Keberatan KY Pantau Sidang Tertutup dengan Syarat Ketat

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

MA Tegaskan Tidak Keberatan KY Pantau Sidang Tertutup dengan Syarat Ketat
Foto: Diskusi Sinergisitas Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam Rangka Mewujudkan Transparansi Persidangan yang Bersifat Tertutup (Perkara Perempuan dan Anak Berhadapan Dengan Hukum) di Jakarta (sumber: ANTARA/Fath Putra Mulya)

Pantau - Mahkamah Agung (MA) menyatakan tidak keberatan jika Komisi Yudisial (KY) melakukan pemantauan langsung terhadap persidangan, termasuk yang bersifat tertutup, dengan tetap mematuhi aturan yang berlaku.

Surat Resmi dan Penegasan MA

Penegasan itu tercantum dalam Surat Ketua Kamar Pengawasan (Tuaka Was) MA Nomor 7/TUAKA. WAS/PW 1.4/II/2025 tertanggal 26 Februari 2025 yang merupakan hasil koordinasi antara MA dan KY.

“Mengingat KY sebagai lembaga pengawas eksternal bagi perilaku hakim, baik dalam kedinasan maupun di luar kedinasan, maka pada prinsipnya kami tidak keberatan KY melakukan pemantauan langsung di persidangan, baik yang secara terbuka maupun secara tertutup,” ungkap Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Albertina Ho dalam diskusi di Jakarta, Rabu (27/8).

MA menegaskan bahwa sebelum melakukan pemantauan, KY wajib memberi pemberitahuan kepada ketua majelis yang menangani perkara agar ketertiban sidang tetap terjaga.

Hak Pihak Berperkara dan Aturan Kerahasiaan

Albertina menekankan bahwa pemantauan persidangan tertutup harus memperhatikan hak-hak para pihak yang berperkara, termasuk korban dan saksi yang terkadang merasa keberatan dengan kehadiran pihak eksternal.

“Sehingga kalau menurut pendapat saya, kalau memang kita juga mengakomodasi teman-teman dari KY untuk melakukan pemantauan, tapi juga harus ada syarat-syaratnya,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa syarat utama bagi KY adalah menjaga kerahasiaan sidang tertutup, khususnya perkara kesusilaan atau perkara anak. Hasil pemantauan oleh KY tidak boleh menjadi konsumsi publik.

“Kalau lalu sudah keluar menjadi ini (konsumsi publik), berarti tujuan kita untuk melindungi pihak-pihak di dalam sidang tertutup ini sudah tidak tercapai lagi,” kata Albertina.

Pedoman Pemantauan Diperlukan

Albertina menambahkan, keputusan boleh tidaknya pemantauan tetap berada di tangan majelis hakim karena mempertimbangkan kepentingan pihak berperkara.

“Inilah kesulitan hakim itu yang harus dihadapi kadang-kadang di dalam persidangan sehingga aturan-aturan yang sudah ada, yang sudah begitu mendetail mengatur pun di dalam persidangan bisa terjadi perubahan,” jelasnya.

Untuk mengatasi kendala tersebut, Albertina menyarankan perlunya pedoman bersama mengenai teknis pemantauan sidang tertutup melalui koordinasi antara MA, KY, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

“Mungkin bisa kita buat satu pedoman untuk melakukan pemantauan, bagaimana melakukan pemantauan di persidangan, untuk pelaksanaan dari peraturan-peraturan yang ada. Saya pikir mungkin perlu itu,” tutupnya.

Penulis :
Shila Glorya