
Pantau - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengajak seluruh umat Islam untuk meneladani sikap Nabi Muhammad SAW sebagai pribadi yang selalu menghadirkan perdamaian di tengah situasi penuh konflik.
"Dalam sejarah hidup beliau, kita mendapati sosok Nabi bukan hanya sebagai rasul pembawa wahyu, juga sebagai pribadi yang menghadirkan perdamaian, persaudaraan, dan persatuan di tengah masyarakat yang penuh konflik," ujar Haedar dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.
Menurut Haedar, momentum Maulid Nabi Muhammad semestinya menjadi refleksi mendalam untuk meneladani sikap dan tindakan Rasulullah dalam setiap peristiwa sepanjang perjalanan dakwahnya.
Pilihan Damai Nabi Muhammad Jadi Teladan Universal
Haedar menjelaskan bahwa Rasulullah SAW selalu menegakkan nilai perdamaian di atas kepentingan ego pribadi maupun kelompok.
"Piagam Madinah menjadi bukti nyata, bagaimana beliau membangun tatanan sosial-politik yang adil dan damai. Nabi tidak membangun peradaban dengan permusuhan, tetapi dengan perjanjian, pengakuan hak, dan penghargaan terhadap keberagaman," kata Haedar.
Ia juga mencontohkan Perjanjian Hudaibiyah, yang pada awalnya tampak merugikan kaum Muslimin.
Dalam perjanjian itu, Nabi dan para sahabat yang berniat menunaikan umrah harus menahan diri dan kembali ke Madinah tanpa sempat memasuki Mekkah.
Namun, Nabi Muhammad menerima perjanjian tersebut dengan penuh kebijaksanaan.
"Beliau lebih memilih jalan damai ketimbang mengikuti emosi sesaat dalam situasi konflik. Kesabaran Nabi saat itu mengajarkan bahwa perdamaian bukan tanda kelemahan, melainkan strategi mulia yang membuka jalan kemenangan lebih besar," ucap Haedar.
Ia menegaskan bahwa perdamaian adalah kekuatan moral yang diajarkan Rasulullah SAW.
Menurutnya, kekuatan sejati seorang pemimpin tidak terletak pada keberanian berperang, melainkan pada kemampuan menahan diri, memilih dialog, dan meneguhkan kedamaian.
"Perjanjian Hudaibiyah adalah bukti nyata bahwa manfaat terbesar lahir dari pilihan damai, bukan dari pertikaian," tegasnya.
Keputusan Nabi menerima perjanjian itu akhirnya membawa dampak besar.
Perdamaian membuka jalan bagi dakwah Islam yang lebih luas, hingga akhirnya kaum Quraisy masuk Islam secara berbondong-bondong.
Relevansi Keteladanan Nabi bagi Indonesia
Haedar menyatakan bahwa nilai besar dari teladan Rasulullah sangat relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
“Indonesia sebagai bangsa yang majemuk seringkali dihadapkan pada ketegangan politik, pertarungan kepentingan, dan godaan sektarianisme,” ujarnya.
Menurut Haedar, dalam dinamika sosial dan politik Indonesia, perbedaan masih sering dijadikan alasan untuk saling merendahkan bahkan memecah belah.
Ia berpesan kepada para pemimpin bangsa—baik tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun pejabat publik—untuk bercermin pada keteladanan Nabi Muhammad.
Rasulullah, kata Haedar, mengajarkan bahwa kepemimpinan bukan untuk meneguhkan kepentingan pribadi atau golongan, melainkan sebagai amanah untuk menghadirkan maslahat, keadilan, dan persatuan.
“Ketika pemimpin mengedepankan perdamaian, menumbuhkan kepercayaan dan merangkul semua pihak, bangsa ini akan semakin kokoh," tutup Haedar.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Ahmad Yusuf