Tampilan mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Desak Penindakan Tegas Terhadap Impor Tekstil Ilegal yang Rugikan Industri Nasional

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Desak Penindakan Tegas Terhadap Impor Tekstil Ilegal yang Rugikan Industri Nasional
Foto: Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga (sumber: DPR RI)

Pantau - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, meminta aparat penegak hukum serta kementerian dan lembaga terkait untuk menindak tegas praktik impor tekstil ilegal yang telah mengancam kelangsungan industri tekstil nasional.

Impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ilegal di Indonesia diperkirakan telah mencapai 28 ribu kontainer per tahun.

Jumlah tersebut dinilai telah melewati titik kritis dan berdampak langsung pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di sektor padat karya tersebut.

"Masuknya puluhan ribu kontainer tekstil ilegal ini sudah menembus titik kritis. Ini bukan hanya soal perdagangan, tapi soal kelangsungan hidup industri nasional," ungkapnya.

Kawasan Berikat Dinilai Jadi Celah Masuk Barang Ilegal

Lamhot menyoroti bahwa kawasan berikat menjadi salah satu penyebab utama maraknya barang ilegal masuk ke pasar domestik.

Menurutnya, kawasan berikat yang seharusnya menjadi fasilitas pendukung ekspor, kini telah menyimpang dari fungsi aslinya.

"Fungsi kawasan berikat sudah melenceng jauh dari semangat awalnya. Banyak yang tidak lagi fokus untuk mendukung ekspor, tapi justru menjadi pintu masuk bagi produk impor yang akhirnya membanjiri pasar dalam negeri," ia mengungkapkan.

Ia meminta pengawasan terhadap kawasan berikat diperketat dan dilakukan evaluasi menyeluruh, termasuk pada mekanisme pelaporan barang masuk dan keluar.

Lamhot juga mendesak Kementerian Perindustrian dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan audit menyeluruh terhadap kawasan berikat yang disinyalir menyalahgunakan izin.

"Kawasan berikat itu awalnya dimaksudkan untuk menunjang ekspor, bukan malah menjadi tempat distribusi barang impor ke dalam negeri. Ini penyimpangan fungsi yang harus segera dibenahi," tegasnya.

Industri Tumbang, Ratusan Ribu Pekerja Kehilangan Mata Pencaharian

Berdasarkan data dari Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI), sekitar 60 perusahaan tekstil nasional telah menutup usahanya dalam dua tahun terakhir.

Tekanan dari maraknya barang impor ilegal serta kebijakan yang dinilai terlalu longgar terhadap produk luar negeri menjadi penyebab utama.

Salah satu perusahaan yang terkena dampak adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang diketahui telah menghentikan operasionalnya.

Dalam dua tahun terakhir, sekitar 250.000 pekerja sektor TPT kehilangan mata pencaharian akibat kondisi ini.

"Ini bukan sekadar angka statistik. Di baliknya ada keluarga-keluarga yang kehilangan penghasilan. Kalau kondisi ini tidak segera dibenahi, industri tekstil kita bisa mati perlahan," ujar Lamhot.

Ia menegaskan bahwa pemerintah perlu melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, serta aparat penegak hukum.

Menurutnya, pengawasan di pintu masuk saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan pengawasan ketat di kawasan berikat dan jalur distribusi domestik.

"Persoalan ini tidak bisa ditangani parsial. Harus ada langkah menyeluruh, termasuk penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku dan oknum yang bermain di balik impor ilegal," tutupnya.

Penulis :
Shila Glorya