
Pantau - Ketua Dewan Pengawas Road Safety Association (RSA) Indonesia, Rio Octaviano, menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi keselamatan dalam upaya mitigasi kecelakaan lalu lintas, khususnya untuk kendaraan roda dua yang masih mendominasi kasus kecelakaan di Indonesia.
Menurutnya, langkah ini penting untuk meningkatkan standar keselamatan kendaraan dan menekan angka kecelakaan melalui kombinasi regulasi dan edukasi berkelanjutan.
"Kalau terus menyalahkan faktor manusia, tidak akan ada habisnya. Ini momentum yang tepat untuk mengoptimalkan teknologi sebagai langkah mitigasi," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu, 23 November 2025.
Edukasi Tak Cukup, Teknologi Jadi Pilar Solusi
Rio menilai bahwa edukasi semata tidak cukup untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas, mengingat skala dan kompleksitas tantangan di lapangan.
Berdasarkan data, jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 17 tahun mencapai 195 juta jiwa.
Jika semua penduduk usia tersebut harus diberi edukasi lalu lintas dalam 3 tahun, maka dibutuhkan pelatihan untuk 5,4 juta orang per bulan, yang menurutnya hampir mustahil dilakukan.
Bahkan jika tenggat diperpanjang menjadi 10 tahun, masih diperlukan edukasi untuk 1,6 juta orang per bulan.
"Kalau hanya mengandalkan edukasi, tidak akan mampu dan memang tidak realistis. Jadi lebih baik maksimalkan pilar teknologi," tegas Rio.
Ia juga menyinggung data Integrated Road Safety Management System (IRMSS) Korlantas Polri yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, kendaraan roda dua mencatat 1.541.873 pelanggaran lalu lintas, dan lebih dari 150.000 kasus berujung pada kecelakaan.
Jumlah korban jiwa mencapai 26.893 orang, dengan 16,11 persen korban berusia di bawah 17 tahun, yang sebagian besar adalah anak-anak dan remaja.
Peran Teknologi dalam Keselamatan, ABS Jadi Sorotan
Dalam kerangka Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK), pilar ketiga menegaskan pentingnya integrasi teknologi keselamatan berkendara sebagai strategi jangka panjang untuk mencegah kecelakaan dan meminimalkan risiko korban.
Pakar Transportasi dari ITB, R. Sony Sulaksono Wibowo, menguatkan pandangan tersebut dan menyatakan bahwa teknologi bisa menjadi faktor penentu dalam mencegah kecelakaan fatal.
"Data menunjukkan bahwa pengendara rata-rata hanya punya 0,75 detik untuk bereaksi sebelum kecelakaan. Ironisnya, hampir 50 persen pengendara tidak merespons sama sekali. Kondisi ini bisa dibantu bila kendaraan dilengkapi teknologi keselamatan yang tepat seperti ABS," ungkapnya.
Indonesia saat ini telah meratifikasi standar UN dan mengakui hasil pengujian regional melalui ASEAN Mutual Recognition Agreement (ASEAN MRA), membuka jalan untuk penerapan teknologi keselamatan yang lebih luas.
Negara-negara tetangga bahkan telah lebih dahulu bergerak.
Contohnya, Malaysia menetapkan Anti-lock Braking System (ABS) sebagai standar wajib untuk motor baru setelah kajian selama dua tahun oleh Kementerian Transportasi, karena terbukti menurunkan angka kecelakaan dan kematian hingga 30 persen.
RSA dan para ahli mendorong agar langkah serupa segera diterapkan di Indonesia, sebagai solusi konkret dan terukur dalam menghadapi tingginya angka kecelakaan di jalan raya.
- Penulis :
- Gerry Eka








