Pantau - Fenomena penggunaan deretan inisial seperti CFP, CHt., CSP, CSPM, CRMP, hingga CSPRO di belakang nama kian marak dan menimbulkan kebingungan publik terkait maknanya.
Sertifikasi Kompetensi dan Persoalan Penyematan “Gelar”
Inisial-inisial tersebut umumnya berasal dari lembaga pendidikan maupun Lembaga Sertifikasi Profesi.
Keberadaan lembaga sertifikasi tidak dinilai sebagai masalah karena sertifikasi kompetensi memang dianggap diperlukan.
Persoalan muncul ketika sertifikasi diperlakukan seolah setara dengan gelar pendidikan formal.
Dalam sejumlah kasus, sertifikasi bahkan digunakan seakan menggantikan gelar akademik yang diperoleh melalui proses panjang dan ketat.
Penulis menegaskan bahwa masalah ini bukan terkait elitisme kampus, melainkan soal makna dan konsekuensi penggunaan gelar yang disebut sebagai “palsu”.
Ketika sertifikat pelatihan singkat, seperti pelatihan tiga hari mengenai kemampuan menerapkan manajemen risiko operasional, dipasang sejajar dengan gelar doktor hasil riset bertahun-tahun, terjadi devaluasi nilai ilmu pengetahuan.
Praktik penyematan gelar palsu ini disebut telah menjadi kebiasaan di kalangan profesional, pejabat, hingga politisi.
Peringatan Akademisi dan Dampak pada Martabat Gelar Ilmiah
Prof. Dr. Arief Rachman mengingatkan bahwa gelar akademik itu bukan sekadar tanda lulus. Ia adalah kontrak sosial antara individu dengan masyarakat bahwa ia telah menempuh proses epistemologis yang ketat. Bukan hanya tahu, tapi tahu bagaimana mengetahui, tahu batas pengetahuannya, dan tahu tanggung jawab moral atas pengetahuan itu., ungkapnya.
Sertifikasi kompetensi dipandang hanya sebagai potret sesaat kemampuan teknis pada waktu tertentu, bukan pengganti proses pendidikan yang membentuk karakter intelektual.
Realitas di lapangan menunjukkan banyak orang menuliskan CSPRO, CRMP, CMP di belakang nama resmi mereka seolah semua inisial tersebut memiliki martabat yang sama.
Lebih memprihatinkan lagi, praktik itu kerap disertai sikap merendahkan gelar akademik murni.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
