
Pantau - Krisis iklim global semakin nyata dan mulai menunjukkan dampaknya secara ekstrem di Indonesia, ditandai dengan meningkatnya intensitas badai tropis dan cuaca ekstrem yang mematikan.
Peringatan ini disampaikan oleh Prof. Dr. Erma Yulihastin dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, dalam sebuah forum daring yang digelar di Jakarta, Selasa (30/12/2025).
Menurut Prof. Erma, suhu bumi kini mendekati ambang +1,5 derajat Celsius, lebih cepat dari prediksi awal para ilmuwan iklim dunia.
Cuaca Ekstrem dan Badai Semakin Parah
Kenaikan suhu global memperkuat dan mempercepat frekuensi serta durasi badai.
Badai tropis kini bisa menjangkau wilayah ratusan hingga ribuan kilometer, dengan durasi yang berlangsung selama berminggu-minggu.
Prof. Erma menegaskan bahwa masyarakat harus memahami bahwa pemanasan global bukan hanya soal cuaca panas, tetapi juga soal bencana hidrometeorologi yang makin ekstrem.
"Kenaikan suhu global tidak hanya soal panas. Tapi soal badai yang makin kuat, hujan yang makin ekstrem, dan waktu kejadian yang makin lama," ungkapnya.
Dampak Nyata di Lapangan: Banjir Besar Sumatera
Contoh konkret dari krisis iklim ini terjadi pada bencana banjir bandang dan longsor di Sumatera pada November 2025 lalu.
Bencana tersebut dipicu oleh Siklon Tropis Senyar, yang membawa hujan ekstrem dan merusak banyak wilayah.
Data dari BNPB per 30 Desember 2025 menyebutkan:
1.141 korban jiwa
163 orang masih dinyatakan hilang
Imbauan Ilmiah dan Urgensi Mitigasi
Prof. Erma mengajak masyarakat dan pemangku kebijakan untuk meningkatkan kewaspadaan, memperkuat sistem mitigasi cuaca ekstrem, serta menyusun ulang strategi tata ruang berbasis risiko bencana.
Krisis iklim, menurutnya, kini bukan lagi isu masa depan, melainkan ancaman nyata yang sudah hadir dan harus dihadapi bersama.
- Penulis :
- Gerry Eka








