
Pantau Opini - Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 sudah terselenggara, akhirnya pasangan urut nomor terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029. Berkat kerja tim dan strategi dari Tim nomor urut dua akhirnya bisa mencapai hasil sesuai yang mereka harapkan.
Narasi besar yang cukup mempengaruhi pemilih pilpres kemarin adalah tentang pemimpin muda. Selain, memang kemasan konten yang kekinian yang mampu mempengaruhi anak muda namun sadar atau tidak justru ide ini tentunya lahir dari banyaknya konten di media sosial yang memang mayoritas dibuat dan dinikmati oleh anak muda.
Hadirnya pemimpin muda dalam kontestasi hari ini cukup mempengaruhi sikap psikologis pemilih. Pada Pemilu 2024, pemilih terdiri dari 55% generasi milenial (33,60%) dan generasi Z (22,85%).
KPU telah menetapkan 204,8 juta daftar pemilih tetap untuk Pemilu 2024 dengan 114 juta pemilih di antaranya masih berusia di bawah 40 tahun.
Anak muda secara alami lebih terhubung dengan tantangan dan masalah yang dihadapi generasi mendatang, seperti isu lingkungan, teknologi, dan ekonomi digital. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan kebijakan yang lebih relevan dan berkelanjutan.
Generasi muda sering kali membawa ide-ide segar dan kreatif untuk menanggapi perubahan sosial dan ekonomi yang cepat. Mereka cenderung lebih berani dalam mencoba solusi-solusi baru yang mungkin tidak terpikirkan oleh generasi sebelumnya.
Kecenderungan ini memiliki energi dan semangat yang tinggi untuk melakukan perubahan. Mereka biasanya lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan teknologi terkini yang dapat diterapkan dalam pengelolaan pemerintahan.
Sejarah Anak Muda dalam Menggerakkan
Kemerdekaan bangsa Indonesia tentunya berkat perjuangan dari para pendahulu yang tidak lelah menggaungkan narasi kebebasan atas penjajahan. Semua pihak terlibat baik pemuda, tokoh agama, sarjanawan baik dari golongan muda maupun tua.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat dan gagasan, semua itu bisa terselesaikan hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Peristiwa Rengasdengklok adalah bagian dari cerita menarik, di mana tokoh muda seperti Sukarni (29), Wikana (31), Chairul Saleh (29), Sutan Sjahrir (36), Sayuti Melik (37), BM Diah (28), Yusuf Kunto (24), dan lainnya berperan penting.
Mereka, meski masih muda, melakukan tindakan dan keputusan yang tidak mudah namun pada akhirnya bisa dipahami dan menghantarkan Indonesia mencapai kemerdekaan.
Golongan muda ini mampu membaca momentum dan membuat keputusan tepat untuk merdeka tanpa melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Terlepas dari Bung Karno yang saat itu berusia 44 tahun dan Bung Hatta berusia 43 tahun saat memproklamirkan kemerdekaan, proses perjuangan kedua tokoh Presiden dan Wakil Presiden pertama ini dilakukan sejak usia muda, menjalin hubungan dengan pemuda-pemuda di berbagai wilayah.
Ini sebagai bentuk bahwa pemerintah hari ini atau golongan tua harus sudah bisa menerima dan memberikan kepercayaan kepada golongan muda.
Narasi Muda sebagai Identitas Sosial
Teori Identitas Sosial, yang dikemukakan oleh Henri Tajfel dan John Turner pada tahun 1970-an, menyatakan bahwa individu memperoleh sebagian konsep diri mereka dari keanggotaan dalam kelompok sosial.
Tajfel dan Turner (1979) menyatakan bahwa kelompok yang diikuti seseorang merupakan sumber kebanggaan dan harga diri yang penting. Kelompok identitas ini dibagi menjadi empat: rasa memiliki, tujuan, harga diri, dan identitas.
Pemimpin muda, atau gaung kata "muda" memiliki dampak yang menjelaskan identitas sebuah kelompok sosial. Ketika hal ini menjadi narasi besar dan setiap orang merasakan rasa memiliki, secara tidak sadar mereka akan cenderung kepada kelompoknya.
Atas dasar tersebut, wajar jika pemilih muda bahkan golongan tua yang memiliki rasa kepercayaan tinggi terhadap golongan muda ikut terpengaruh atas nilai yang sudah disematkan terhadap pemimpin muda tersebut.
Pandangan positif tentang generasi muda yang lebih kreatif, inovatif, pembelajar cepat, dan semangat yang membara adalah narasi-narasi yang seharusnya menjadi daya dorong untuk golongan tua mempercayakan masa depan Indonesia kepada golongan muda.
Dengan sikap rasa percaya inilah yang meningkatkan potensi anak muda agar lebih baik dan dewasa dalam bersikap.
Rasa Percaya yang Harus Diberikan
Generasi tua seringkali merasa bahwa mereka memiliki lebih banyak pengalaman dan pemahaman yang mendalam tentang politik dan pemerintahan.
Mereka mungkin merasa bahwa stabilitas dan kontinuitas lebih penting dan takut bahwa generasi muda belum cukup matang untuk menghadapi tantangan yang kompleks.
Perubahan selalu datang dengan ketidakpastian dan risiko. Generasi tua mungkin khawatir bahwa kepemimpinan muda yang membawa ide-ide baru dan belum teruji dapat mengganggu stabilitas atau menimbulkan masalah yang tak terduga.
Generasi tua mungkin merasa bahwa generasi muda belum menunjukkan komitmen atau dedikasi yang cukup untuk memimpin. Mereka mungkin berpikir bahwa anak muda cenderung kurang disiplin atau kurang berpengalaman dalam mengatasi krisis.
Terkadang, ada bias generasi di mana orang yang lebih tua merasa bahwa nilai-nilai, pandangan, dan metode mereka lebih superior. Mereka mungkin kurang percaya bahwa generasi muda memiliki nilai-nilai yang sama atau dapat mengambil keputusan yang bijaksana.
Jika ini penyebabnya, tentu masih ada solusi yang bisa diberikan, seperti walikota dari golongan tua dan wakil dari golongan muda atau sebaliknya.
Namun yang berbahaya adalah jika niatnya demi kepentingan pribadi dan kekuasaan. Pemimpin yang lebih tua mungkin enggan menyerahkan kekuasaan karena mereka ingin mempertahankan posisi mereka, baik untuk alasan pribadi maupun profesional.
Mereka merasa bahwa memberikan kesempatan kepada yang muda bisa mengancam kekuasaan atau pengaruh yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun. Ini menjadi bahaya demi kemajuan.
Bahkan harapan menyambut Indonesia emas 2045 dengan SDM yang baik belum tentu tercapai jika regenerasi dengan kepemimpinan generasi muda belum tercapai.
Saat ini banyak pemimpin negara yang usianya tergolong muda, seperti Daniel Noboa seorang pengusaha berusia 35 tahun yang menjadi presiden Ekuador, dan Sanna Marin yang diangkat menjadi Perdana Menteri (PM) pada usia 34 tahun.
Banyak contoh yang bisa kita tiru tentang bagaimana generasi muda hari ini harus diberikan rasa kepercayaan dan tanggung jawab.
Perkembangan teknologi yang pesat bisa diterapkan dalam formulasi kemajuan suatu negara dengan inovasi dan kreativitas yang dimiliki generasi muda. Bukti keseriusan dan rasa percaya golongan tua terhadap generasi muda.
Oleh: Fachri Muhammad (Kandidat Ketua Umum HMI Badko Jabodetabeka-Banten)
- Penulis :
- Khalied Malvino
- Editor :
- Khalied Malvino