
Pantau - Sejumlah aktivis menegaskan, Pemilu 2024 harus menjadi momentum penting dalam mengakhiri praktik impunitas terkait kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Mereka menilai, alih-alih memberikan keadilan kepada korban, pemerintah justru terlihat membiarkan terduga pelaku pelanggaran HAM berat menempati jabatan-jabatan publik.
“Kebijakan impunitas yang terus dipertahankan tidak hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga menandakan bahwa tindakan semacam itu dapat dilakukan tanpa konsekuensi,” ungkap juru kampanye Amnesty International Indonesia, Zaky Yamani dalam sebuah diskusi, Jumat (9/2/2024).
Suciwati, istri almarhum aktivis HAM, Munir Said Thalib menyoroti budaya impunitas masih terus dipelihara oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Ia mencontohkan bahwa kasus pembunuhan Munir yang terjadi sejak tahun 2004 hingga saat ini masih belum diusut tuntas oleh pemerintah.
“Pemerintah tampaknya tidak serius dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM secara menyeluruh. Mereka hanya memiliki niat, tetapi tidak pernah mengimplementasikannya,” ujar Suciwati.
Ardi Manto, seorang peneliti dari Imparsial, menambahkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, negara telah mengabaikan secara sistematis kasus-kasus pelanggaran HAM.
“Pengabaian ini memberikan ruang dan kesempatan bagi para terduga pelanggar HAM untuk lepas dari hukuman. Kami telah mengingatkan tentang hal ini berkali-kali,” tegas Ardi.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan, para calon presiden, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, belum menunjukkan komitmen yang jelas dalam perlindungan HAM. Komentar KontraS ini muncul setelah debat calon presiden pada 12 Desember 2023.
“Kami tidak melihat adanya visi yang kuat dalam penegakan HAM. Padahal, dalam sistem negara presidensialisme, Presiden memiliki otoritas yang besar,” ungkap Dimas Bagus Arya dalam keterangan tertulis pada 13 Desember 2023.
- Penulis :
- Aditya Andreas
- Editor :
- Muhammad Rodhi