Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Gereja Shincheonji Jadi Kambing Hitam, Cendekiawan Internasional Prihatin

Oleh Tatang Adhiwidharta
SHARE   :

Gereja Shincheonji Jadi Kambing Hitam, Cendekiawan Internasional Prihatin

Pantau.com - Pada bulan Juli 2020 lalu, sebuah webinar dilaksanakan dengan membahas gerakan keagamaan baru di Korea Selatan dan dimensi-dimensi politik, keagamaan, dan sosial dengan adanya krisis COVID-19.

Dalam diskusi itu mengundang para cendekiawan internasional dan para ahli dalam bidang agama, hukum internasional, dan hak-hak asasi manusia. Webinar berjudul 'COVID-19 dan Kebebasan Beragama: Mengkambing-hitamkan Shincheonji di Korea Selatan'.

Di mana ada isu-isu baru muncul tentang serangan agresif dari gereja-gereja protestan di dalam negeri gingseng yang kuat secara politik konservatif dan fundamental terhadap denominasi Kristen yang baru dan bertumbuh dengan pesat bernama Gereja Yesus Shincheonji (Langit yang Baru dan Bumi yang Baru) yang didirikan tahun 1984.

Baca juga: Dituding Sesat dan Penyebar COVID-19 di Korsel, HWPL Beberkan Fakta

Para pembicara webinar. (Foto: HWPL)

Gerakan Kristen baru Shincheonji telah menjadi target dari 'penganiayaan dari protestan-protestan fundamental' karena perkembangan keagamaannya yang sangat berhasil.

“Dari protestan-protestan fundamentalis dan konservatif yang melihat Shincheonji sebagai saingan dan yang ingin menghancurkannya,” kata Massimo Introvigne, selaku Sosiolog Agama Italia yang telah mempelajari Shincheonji sebelum dan sesudah pandemi COVID-19. Ia juga telah mempublikasikan laporan pertama mengenai kelompok keagamaan tersebut dalam rilis yang diterima Pantau.com.

Alessandro Amicarelli, Ketua European Federation for Freedom of Belief menunjukkan, pemerintah Korea Selatan telah mempermasalahkan Shincheonji sebagai penyebab dari krisis COVID-19 untuk menutup gereja. “Sudah ada 30 orang lain yang dites positif sebelum pasien ke-31 (seorang anggota Shincheonji yang dikritik dalam penyebaran virus). Banyak orang China termasuk yang dari Wuhan telah mengunjungi Daegu (Korea Selatan) dan infeksi tersebar, “katanya.

Willy Fautre, Direktur Human Rights Without Frontiers (HRWF), berkata bahwa serangan yang baru-baru ini terjadi pada Shincheonji dapat dilihat sebagai sebuah upaya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Protestan fundamentalis di Korea Selatan untuk melemahkan dan menghancurkan pesaing dalam pasar keagamaan.

“Pelanggaran Hak-hak asasi manusia terhadap para anggota Shincheonji me- lalui program pemaksaan pindah agama (yang juga disebut pemrograman ulang) dengan menculik dan mengurung selama sepuluh tahun terakhir telah dilakukan sebagai akibat kegagalan persaingan dari gereja-gereja Protestan di negara tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Profesor Asosiasi di Universitas Derby Ciaran Burke mengatakan, otoritas- otoritas Kesehatan Korea Selatan secara eksplisit menghubungkan Shinchoenji dan wabah COVID-19 sampai sekarang. Walaupun hubungan yang lebih besar antara virus dan kasus-kasus terkonfirmasi telah ditemukan di gereja-gereja lain.

“Pengumpulan informasi pribadi dari 300.000 anggota domestik and internasional oleh pemerintah yang mana adalah kemungkinkan pelanggaran perjanjian internasional, terlebih dalam International Covenant on Civil and Polit- ical Rights (ICCPR) Korea Selatan yang disahkan di tahun 1990,” ujarnya prihatin.

Awal tuntutan adanya investigasi atas para pemimpin Shincheonji termasuk pendirinya Man Hee Lee atas dugaan peranannya dalam penyebaran COVID-19. Tiga pejabat Shincheonji ditahan pada tanggal 8 Juli atas tuduhan memainkan peranan dalam wabah pada tahap awal dengan '(menyerahkan) daftar anggota yang tidak akurat.'

Baca juga: Korsel Laporkan Lonjakan Drastis Penderita Virus Korona

“Pihak-pihak berwenang telah mengabaikan permintaan untuk merubah kata ‘sekte’ dalam laporan-laporan resmi mereka ketika merujuk pada gereja Shincheonji. Pemerintah-pemerintah lokal mendukung para penduduk untuk melaporkan kon-gregasi dan fasilitas-fasilitas Shincheonji kepada pihak-pihak berwenang, menyebabkan stigma bahwa anggota-anggota harus diperlakukan sebagai penjahat-penjahat,” kata pejabat Shincheonji di dalam webinar.

Sebuah pernyataan yang baru-baru dikeluarkan dari keluarga yang meninggal dan korban-korban COVID-19 menuliskan, ada ribuan kerusakan dan kematian dari orang Korea menunjukkan kegagalan respons awal untuk mencegah virus dari pemerintah.

Sebagai tambahan, Menteri Kehakiman Choo Mi-ae telah membiarkan pasien-pasien COVID-19 dari China untuk masuk ke Korea, Hal ini menyebabkan penyebaran wabah virus di seluruh negeri. Bahkan Choo Mi-ae menghindari tanggung jawabnya atas kerusakan dengan memberi perintah langsung ke para jaksa untuk penyergapan dan penangkapan-penangkapan anggota Gereja Shincheonji.

Sebuah stasiun televisi tenama Korea Selatan, MBC telah melaporkan penyelidikan yang terjadi baru-baru ini di Daegu, pusat dari penyebaran wabah COVID-19 di Korea Selatan telah menambah tekanan karena respons awal pemerintah dalam mencegah virus. Laporan itu mengutip analisis dari sebuah rumah sakit universitas lokal, yang menyatakan bahwa setidaknya 180.000 dari total populasi 2.4 juta orang di kota Daegu terinfeksi COVID-19, 27 kali dari 6.800 kasus yang dikonfirmasi secara resmi. 

Banyak dari kasus-kasus yang terkonfirmasi, lebih dari 5.000 adalah angota- anggota Gereja Shincheonji karena informasi pribadi mereka telah dikumpulkan oleh pemerintah, sementara sisanya 180.000 kemungkinan terinveksi belum diinvestigasi.

Penulis :
Tatang Adhiwidharta