
Pantau.com - Malaysia yang telah menjadi tempat pembuangan limbah plastik dunia, sudah mulai mengirim sampah plastik yang tidak dapat didaur ulang ke negara-negara asalnya.
Melansir ABC News, Kamis (23/5/2019), tahun 2018, Malaysia menjadi tujuan alternatif utama untuk sampah plastik setelah China melarang impor limbah tersebut yang mengganggu aliran lebih dari 7 juta ton limbah plastik per tahun. Sejak itu, Australia mengekspor bahan limbah ke Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.
Lusinan pabrik daur ulang muncul di Malaysia, banyak di antaranya tanpa izin operasi, dan penduduk mengeluhkan kerusakan lingkungan. Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Australia termasuk pengekspor utama sampah plastik ke Malaysia.
Sebagian besar limbah plastik yang masuk ke negara itu tercampur dan termasuk plastik berkualitas rendah dari negara maju yang tidak dapat didaur ulang.
Baca juga: Kacau... Peneliti Temukan Puing Sampah di Pulau Dekat Indonesia
Menteri Eenergi dan Lingkungan Malaysia Yeo Bee Yin menyatakan Malaysia sudah mulai mengirim kembali limbah ke negara asalnya.
"Negara-negara maju harus bertanggung jawab atas apa yang mereka kirim," kata Yeo.
Dia mengatakan beberapa potongan plastik yang dikirim ke Malaysia melanggar Konvensi Basel, perjanjian PBB tentang perdagangan limbah plastik dan pembuangannya.
Pengiriman kembali ke Spanyol
"Malaysia tidak akan menjadi tempat pembuangan dunia," kata Menteri Yeo. Ia juga mengancam akan mengirim limbah kembali.
Sekarang prosesnya sedang berlangsung, dengan lima kontainer pertama sampah plastik yang terkontaminasi yang diselundupkan ke negara itu dikirim kembali ke Spanyol, kata Yeo.
Dia tidak mengidentifikasi pihak penyelundup tetapi mengatakan penyelidikan sedang berlangsung. Lebih banyak plastik yang tidak dapat didaur ulang akan dikirim kembali ke sumbernya minggu depan, katanya.
Impor limbah plastik Malaysia dari 10 negara sumber terbesarnya melonjak menjadi 456.000 ton antara Januari dan Juli 2018, dibandingkan dengan 316.600 ton tahun 2017 dan 168.500 ton pada tahun 2016.
Ambil kembali sampahmu
Australia dikecam oleh para pencinta lingkungan Indonesia, yang mengatakan limbah Australia secara efektif "diselundupkan" dalam jumlah besar dengan kedok plastik dan kertas bekas yang diduga dikirim untuk didaur ulang.
Bulan lalu, para pencinta lingkungan menggelar protes di luar konsulat Australia di Surabaya dengan spanduk bertuliskan "Indonesia bukan tempat daur ulangmu". Mereka menuntut agar Pemerintah Australia memberlakukan peraturan yang lebih ketat tentang ekspor limbah.
Selama 2018, impor bahan limbah ke Jawa Timur dari Australia mencapai 52.000 ton, meningkat 250 persen dari 2014.
Plastik yang tidak cocok untuk didaur ulang atau dibakar, yang melepaskan bahan kimia beracun ke atmosfer. Atau berakhir di TPA, berpotensi mencemari sumber air dan tanah.
Baca juga: Gara-gara Sampah, Filipina Ancam Perang dengan Kanada
Sekitar 180 negara mencapai kesepakatan untuk mengubah Konvensi Basel untuk membuat perdagangan global limbah plastik lebih transparan dan diatur dengan lebih baik, dan memastikan bahwa pengelolaannya lebih aman untuk kesehatan manusia dan lingkungan.
Amerika Serikat, pengekspor sampah plastik terbesar di dunia, belum meratifikasi pakta yang berusia 30 tahun itu. Amandemen perjanjian itu selanjutnya akan membatasi aliran sampah plastik ke negara-negara berkembang.
Menurut Yeo tidak adil bagi negara maju untuk membuang limbah mereka di negara-negara berkembang seperti Malaysia.
"Amandemen Konvensi Basel adalah langkah pertama dalam menyelesaikan masalah global gerakan sampah yang tidak adil dari negara maju ke negara berkembang," katanya.
- Penulis :
- Noor Pratiwi