
Pantau.com - Kementerian Keuangan mencatat total utang RI hingga akhir Juni 2018 mencapai Rp4.227,78 triliun. Jumlah tersebut meningkat 14,04 persen dibandingkan Juni 2017. Realisasi tersebut sekitar 29,79 persen jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan Pemerintah saat ini bisa saja tidak memutuskan untuk tidak menambah utang atau hanya berutang sedikit namun menurutnya pertimbangan untuk membangun infrastruktur jauh lebih penting.
Baca juga: Ditanya Rupiah, Menko Darmin Sebutkan Negara yang Alami Depresiasi Mata Uang
"Sebetulnya pemerintahan Jokowi bisa enggak nambah utang, tapi jangan bangun infrastruktur banyak-banyak. Itu (utang) enggak akan naik lagi. Jadi sebetulnya ini diperhitungan dengan sadar kita sejak krisis 1998 enggak pernah bangun infrastruktur, bisa bikin 0.8 persen (dari GDP) tapi enggak ada pembangunan waduk, jalan tol baru," ujarnya.
Darmin menambahkan, pertimbangan itu dilakukan bukan tanpa perhitungan. Menurutnya rasio utang masing terjaga sesuai dengan aturan yakni tidak melebihi 60 persen per GDP.
"Intinya adalah kita bukan tanpa perhitungan waktu berani bangun infrastruktur sebanyak itu da utangnya jadi berapa. Berapa persen dari GDPnya utang kita dan itu kita kontrol artinya kita tidak semenan-mena utang," ujarnya.
"Sehingga waktu krisis tahun 1998 ditetapkan 60 persen. Karena waktu abis krisis utang kita 60an persen dari GDP sekarang tinggal 30 persen dan kita pertahankan itu dibanding negara-negara sekitar kita itu adalah rasio yang rendah apalagi dibandingkan dengan AS dan Jepang," imbuhnya.
Baca juga: Perekonomian Terseok-seok, Rupiah di Negara Ini Nilainya Fantastis!
Ia mengatakan, rasio utang Indonesia juga tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan Jepang yang memiliki rasio utang 100 persen terhadap PDB nya. Menurutnya hal yang terpenting adalah utang yang dilakukan masih dalam batasan.
"Berapa rasio kita dengan Jepang bisa hampir 100 persen. Tapi asal jangan bablas karena rakyat akan sangat banyak manfaat buat merela apalagi negara kepulauan seperti kita," paparnya.
"Persoalan ini yang penting ada treshold (batas) yang tidak kita lewati. Makanya disepakati bikin utang APBN berapa defisitnya. Jadi kalau utang tiap tahun ya sebesar itu. Tahun lalu defisitnya 2,7 persen dari GDP sekarang 2,4 persen. Tahun depan 1,9 persen jadi rasionya turun itu dengan sadar. Itu bahasa politik saja, sehingga tidak usah wah dengan utang," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni